TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat pasar modal, Jimmy Dimas Wahyu, memprediksi kinerja saham sektor properti tak mengalami perubahan yang jauh berbeda dibanding tahun ini. Menurut dia, sektor properti tetap akan mengalami perlambatan pada 2015. “Tapi perlambatan bukan berarti krisis,” kata Jimmy dalam seminar Economic Outlook 2015 di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Rabu, 3 Desember 2014.
Meski melambat, kata Jimmy, sektor properti akan tetap prospektif. Sebab, beberapa indikator seperti tingginya populasi penduduk, bonus demografi, pertumbuhan ekonomi, dan potensi pendapatan per kapita yang meningkat memberi prospek sektor properti tak stagnan. "Kesimpulannya properti melambat, tapi bukan stop," ujarnya. (Baca: Investasi Apartemen Dinilai Paling Menguntungkan)
Harga hunian di Indonesia saat ini, kata dia, mencapai nilai tertinggi pada 2011 dan terus melesat hingga 2013. Tapi, mulai tahun 2014 ini, harga properti mengalami perlambatan dengan penurunan 25 persen.
Penurunan harga properti, menurut Jimmy, juga disebabkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubidi. Kenaikan harga BBM bersubsidi ini memicu inflasi sehingga memaksa BI menaikan BI Rate untuk meredam inflasi. “Hal itu merupakan perputaran yang natural.” (Baca: Crown Group Bangun Apartemen di Pinggir Jakarta)
Jimmy mengatakan target pasar sektor properti kebanyakan merupakan orang punya kelebihan secara finansial (high nett worth individuals). Sehingga, sektor ini tak akan kehilangan target market.
“Kebanyakan mereka menaruh komposisi investasi pada properti hingga 24 persen dalam portofolionya,” tutur Jimmy. Selain itu, high nett worth individuals biasanya menempatkan 16,3 persen asetnya dalam bentuk saham, 18,1 persen dalam bentuk obligasi, dan sisanya berupa emas, mata uang asing, dan lain-lain.
NURIMAN JAYABUANA
Berita terpopuler:
Tip PT Sritek Bayar Listrik dan BBM Murah
BPK Temukan Kerugian Negara Rp 25,74 Triliun
MEA, Vietnam Pesaing Berat di Industri Farmasi