TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Partai hasil Musyawarah Nasional Golkar tahun 2008 mendorong kubu Aburizal Bakrie dan Agung Laksono melakukan rekonsiliasi.
Menurut Ketua Mahkamah Muladi, keputusan itu diambil dalam rapat pada 23 Desember 2014. Mahkamah menilai konflik Golkar tidak mungkin mereka tangani. Sebab sejumlah anggota Mahkamah terafiliasi dengan salah satu kubu. (Baca: Golkar Sepakat Islah, Pengamat: Belum Tentu Lancar)
"Demi menjaga peradilan yang bebas dan fair, dan menjaga prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka dan bertanggung jawab, kami tidak bisa melaksanakan peran tersebut secara efektif," ujar Muladi ketika memberikan keterangan pers, 24 Desember 2014.
Menurut Muladi, sikap imparsialitas tidak mungkin terjadi lantaran anggota Mahkamah, Djasri Marin, dipecat Aburizal Bakrie. Sedangkan Andi Mattalata saat ini menjadi juru runding dari kubu Agung Laksono. "Anggota Mahkamah yang lain sedang bertugas sebagai duta besar." (Baca: Rapat Islah di DPP Golkar, Yorris Gebrak Meja?)
Konflik kepengurusan Partai Golkar terus berlanjut pascakeputusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pihak Kementerian belum bisa menetapkan perubahan kepengurusan lantaran munas di Bali, yang melahirkan kepemimpinan Aburizal Bakrie, dan munas di Jakarta, yang diketuai Agung Laksono, dinilai sama-sama sah.
Untuk menyelesaikan konflik tersebut, Muladi menyarankan agar kedua kubu terus mengupayakan penyelesaian sengketa melalui jalur mediasi. "Apabila opsi itu tidak berhasil, kami menyarankan munas gabungan. Pilihan terakhir adalah lewat pengadilan."
RIKY FERDIANTO
Berita lain:
Bima Arya Segel Gereja, Ini Respons GKI Yasmin
Jokowi Talangi Utang Ical , 'Tak Semudah Sulap'
Ahok Dinilai Langgar Aturan Sendiri