TEMPO.CO, Jakarta - Kian meredanya permintaan dolar Amerika Serikat di pasar domestik tak membuat mata uang rupiah mampu terus menguat. Imbas membaiknya pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Amerika Serikat, nilai tukar dolar yang menguat terhadap mayoritas mata uang regional, menyebabkan rupiah kembali melemah.
Padahal, Senin pagi, 29 Desember 2014, rupiah sempat naik ke level 12.400 per dolar. Namun sayang, pada pukul 11.15 WIB, rupiah kembali terkoreksi 21,7 poin (0,17 persen) pada level 12.431 per dolar. (Lihat pula: Dow Jones Cetak Rekor, Rupiah Lesu)
Baca Juga:
Ekonom dari Samuel Sekuritas Indonesia Rangga Cipta mengatakan laju pelemahan rupiah di pengujung tahun dipengaruhi oleh penguatan dolar yang merespons buruknya data ekonomi Jepang dan Euro. (Tiga Sebab Rupiah Mulai Menguat)
Investor yang tampak enggan memegang aset-aset berisiko, akhirnya cenderung mengakumulasi dolar sebagai instrumen berlindung nilai aman. “Penurunan harga minyak Brent ke level US$ 59 per barel, buruknya data ekonomi Jepang dan Zona Euro menciptakan sentimen penguatan dolar yang tinggi,” tuturnya.
Seperti diketahui, pertumbuhan perdagangan retail Jepang melambat ke level 0,4 persen dari tahun lalu. Angka produksi industri November pun jatuh ke level minus 3,8 persen dari tahun sebelumnya. (Baca juga: Uang Palsu, Dolar Lebih Banyak Ketimbang Rupiah)
Rangga memaklumi bila tren positif pergerakan rupiah terhalang sentimen dolar kuat di Asia hari ini. Indeks dolar yang sempat menyentuh level 90 pada Rabu lalu, memberi pertanda bahwa prospek kepemilikan dolar dalam jangka pendek dan menengah di kalangan investor masih tampak tinggi
MEGEL JEKSON
Terpopuler
Daftar Nama Kru dan Penumpang AirAsia
Posisi 2 Pesawat Ini Dekat dengan AirAsia QZ8501
Beredar Broadcast Semua Penumpang AirAsia Selamat
Tak Baca Email, 10 Penumpang AirAsia Batal Terbang
Seperti Apa Jalur AirAsia Versi Flightradar24 ?