TEMPO.CO, Padang - Kematian massal ikan kembali terjadi di Danau Maninjau, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Jumlah ikan yang mati itu mencapai 100 ton dengan jenis nila dan mas.
"Ikan mati karena pengaruh cuaca buruk beberapa hari terakhir ini," ujar Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Ermanto, Selasa, 30 Desember 2014.
Baca Juga:
Sehingga, kata Ermanto, matahari tak keluar dalam dua hari ini. Ini menyebabkan kekurangan oksigen di dalam air dan terjadi pembalikan arus ke permukaan. (Baca: 400 Ton Ikan Danau Maninjau Mati Mendadak)
Ermanto mengatakan ikan-ikan yang mati itu berasal dari 100 petak keramba dengan ukuran masing-masing 5 x 5 meter yang berlokasi di Nagari Maninjau dan Bayua, Kecamatan Tanjung Raya. "Keramba mereka terlalu rapat. Sehingga oksigen berkurang," ujarnya.
Seharusnya, dalam satu petak itu hanya boleh diisi 300 bibit ikan. Namun para peternak mengisinya 10 ribu hingga 12 ribu bibit. Ikan yang mati tersebut memiliki berat rata-rata 30 gram. Kata Ermanto, sebenarnya ikan ini sudah layak dipanen. "Tapi peternak malah membiarkan, karena ingin mendapatkan untung besar," ujarnya. (Baca: 50 Ton Ikan Mas di Danau Maninjau Mati)
Ermanto memperkirakan kerugian akibat kehilangan 100 ton ikan tersebut mencapai Rp 3 miliar. Pemerintah sudah mengedarkan surat edaran agar petani mengurangi penebaran benih pada Oktober 2014 hingga Januari 2015. Sebab, diperkirakan terjadi cuaca ekstrem. "Kita juga sedang sosialisasikan Perda Pengelolaan dan Pelestarian Danau Maninjau," ujarnya.
Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Agus Hamdani, mengatakan Danau Manijau sudah melebihi ambang batas. Saat ini ada 18 ribu petak keramba. "Layaknya itu hanya sekitar 6.000 petak," ujarnya saat dihubungi Tempo, Selasa, 30 Desember 2014.
Dampak dari kelebihan itu, menciptakan pengendapan organik. Maka ketika perombakan tidak sempurna terjadi pembusukan. "Kedalaman 12,5 meter ke bawah tak ada oksigen. Kalau tahun sebelumnya 15 meter tak ada oksigen," ujarnya.
Kata Agus, gas sulfida yang tercipta akibat pembusukan itu tertahan di kedalaman 12,5 meter. "Saat ada angin kencang atau penyetaraan suhu, ini bisa terangkat ke permukaan," ujarnya. (Baca: Sampai 2014, Pemerintah Akan Fokus Penyelamatan 15 Danau)
LIPI sedang melakukan pendekatan sosial edukatif. Dengan membuat keramba jaringan berlapis. Sehingga limbah yang tak termakan, bisa dimanfaatkan ikan di jaring kedua. "Namun di lapangan butuh pemahaman bersama. Termasuk pemerintah dan masyarakat," ujarnya.
Agus mengatakan pendekatan secara hukum, LIPI telah membuat naskah akademik. Ini yang menjadi dasar untuk membantu pemerintah daerah dalam membuat peraturan daerah.
ANDRI EL FARUQI
Baca juga:
Kongres 2015, PAN Sulsel Dukung Zulkifli Hasan
ISIS Mengaku Membunuh Jenderal Iran
Film Pilihan Tempo 2014: Cahaya Dari Timur
3 Korban Air Asia Dikirim ke Pangkalan Bun