TEMPO.CO, Surabaya - Pemerintah Kota Surabaya menurunkan tim psikiater untuk menangani trauma psikis keluarga korban AirAsia. Menurut anggota tim, Frilya, penyembuhan trauma mesti melalui tiga fase kejiwaan yang dialami keluarga korban. "Mereka akan mengalami fase denial, fase bergaining, dan fase acceptance," kata Frilya kepada Tempo, Jumat, 2 Januari 2015.
Menurut Frilya, fase yang sulit adalah denial atau penolakan. Pada masa ini mereka masih tidak percaya ada keluarganya yang korban. "Bahkan ada yang tidak percaya pesawat AirAsia mengalami kecelakaan," ujarnya. (Baca: Cara Pemkot Surabaya Hibur Keluarga Korban AirAsia)
Fase berikutnya adalah bargaining, saat keluarga korban sudah mulai dapat menerima peristiwa tragis ini. Namun, kata Frilya, mereka masih dibayangi pertanyaan yang sifatnya berandai-andai. Sebagai contoh ada keluarga yang terus memikirkan dan berkhayal, jika mereka berhasil melarang familinya terbang dengan AirAsia.
Fase ketiga adalah acceptance, saat keluarga korban sudah bisa menerima kejadian ini. Frilya mengatakan ini adalah fase penyembuhan karena mereka sudah tidak mengalami shock dan trauma. "Sebagian besar keluarga penumpang sudah pada fase ini,"katanya.
Saat ini keluarga korban didampingi 9 psikiater yang bersiaga selama 24 jam nonstop. Mereka dibagi dalam tiga sif kerja dan setiap sif diisi oleh 3 orang psikiater.
EDWIN FAJERIAL
Berita Lain
Fakta tentang 15 Korban Air Asia QZ8501
Pilot Air Asia QZ7510 Terendus Pakai Narkoba
Bodi Pesawat Air Asia Sudah Ditemukan?