TEMPO.CO, Jakarta -Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto mengatakan upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan lembaganya belakangan tidak maksimal. Hal itu karena fokus KPK terpecah akibat adanya konflik dengan kepolisian.
"Ada program-program yang melemah karena resource KPK digunakan untuk menghadapi situasi ini," ujar Bambang pada acara peluncuran Madrasah Antikorupsi di Pusat Dakwah Muhammadiyah, Minggu, 8 Februari 2015.
Selain terpecahnya fokus, penyelidikan KPK juga terhambat fakto eksternal. Sebelumnya, KPK memanggil sejumlah saksi dari kepolisian terkait kasus transaksi mencurigakan yang dilakukan Komisaris Jenderal Budi Gunawan. KPK juga memanggil langsung Budi untuk diperiksa. Tapi mereka memilih mangkir.
Proses pelemahan KPK ini akan semakin parah bila Ketua KPK Abrahaman Samad yang telah dilaporkan dalam kasus pemalsuan dokumen juga akan dijadi tersangka. Tapi sebelum hal itu terjadi, setidaknya di era Presiden Jokowi telah satu anggota pimpinan KPK yang jadi tersangka, yakni Bambang Widjojanto. Ia dijerat dengan tuduhan menyuruh saksi memberikan kesaksian palsu dalam sidang pilkada di Mahkamah Konstitusi.
Sejarah KPK seolah berulang. Di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ada 3 anggota pimpinan KPK juga menjadi tersangka. Pada 2009, Ketua KPK Antasari Azhar ditetapan sebagai tersangka kasus pembunuhan bos PT Putra Rajawali Banjaran Nasruddin Zulkarnain.
Status Antasari pertama kali justru diketahui dari kejaksaan setelah mendapat surat berkode rahasia dari kepolisian. Di situ tertulis bahwa Ketua KPK Antasari Azhar telah ditetapkan sebagai tersangka. “Tersangka saja. Bukan saksi,” kata Jasman Pandjaitan, juru bicara Kejaksaan Agung, saat dihubungi Tempo, Sabtu, 2 Mei 2009.
Hanya berselang empat bulan kemudian, Mabes Polri juga menetapkan pimpinan KPK yang lain, Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad Riyanto, jadi tersangka, tapi dalam kasus berbeda. Menurut Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Brigadir Jenderal Dikdik Mulyana Arif Mansyur, saat itu keduanya melanggar prosedur penerbitan dan pencabutan cegah-tangkal seseorang bepergian ke luar negeri.
Chandra, kata Dikdik, jadi tersangka karena menerbitkan surat permohonan cekal tertanggal 22 Agustus 2008 untuk bos PT Masaro Anggoro Widjojo. “Padahal Anggoro bukan merupakan subjek hukum yang tengah disidik oleh KPK. Status Anggoro tidak jelas,” kata Dikdik, dalam jumpa pers di Mabes Polri, Rabu 16 September 2009.
MOYANG KASIH DEWIMERDEKA | TIM TEMPO