TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch, Emerson Yuntho, menyatakan ketentuan Undang-Undang Kepolisian soal persetujuan parlemen terhadap pengajuan Kapolri memang jadi masalah yang harus segera diselesaikan. Koalisi antikorupsi saat ini sedang mengajukan judicial review atau peninjauan kembali atas undang-undang tersebut agar Mahkamah Konstitusi membatalkan pasal soal keharusan presiden meminta persetujuan parlemen.
"Kapolri dan Panglima TNI harus dikembalikan murni hak prerogatif presiden. Tak boleh ada mekanisme politik parlemen lagi di dalam keputusan itu," kata Emerson dalam Diskusi Polemik Sindo Radio di Warung Daun, Cikini, Sabtu, 21 Februari 2015.
Bahkan, ujar dia, unsur politik juga harus dibuang dari proses pengajuan rekomendasi calon Kapolri ke presiden. Menurut dia, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan tak boleh ikut campur dalam Komisi Kepolisian Nasional.
Jadi, Kompolnas bersih dari kepentingan politik. Kompolnas nantinya bertugas secara independen untuk menilai calon-calon yang telah diseleksi Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi Markas Besar Polri.
Penilaian Kompolnas penting untuk mereduksi adanya kemungkinan nepotisme di internal Polri dalam pengajuan calon Kapolri. "Jika proses ini bisa terjadi, tak perlu lagi repot-repot pakai persetujuan politik," ucap Imam.
Pengamat kepolisian Inspektur Jenderal Purnawirawan Sisno Adiwinoto lebih bersikap optimistis. Menurut dia, Polri sebagai lembaga tak pernah mempermasalahkan siapa yang terpilih sebagai Kapolri.
Seluruh jajaran selalu menerima dan taat pada Kapolri yang dilantik presiden."Hanya saja, sekarang ini harus ada pemersatuan cepat. Polri harus solid," kata Sisno.
FRANSISCO ROSARIANS