TEMPO.CO, Padang - Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas Saldi Isra mengatakan Presiden Joko Widodo seharusnya tidak memberhentikan dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. Sebab, pemberhentian itu dianggap sebagian orang sebagai pembenaran kriminalisasi yang dilakukan kepolisian kepada Samad dan Bambang.
"Mestinya presiden lakukan upaya lain. Misalnya membentuk penyidik independen atau mencari kelompok independen untuk menelisik, apakah langkah hukum yang dilakukan kepolisian kepada Bambang dan Abraham benar secara hukum atau tidak," ujar Saldi usai aksi Unand #SaveKPK, Senin 23 Februari 2015.
Kata Saldi, setelah dibentuk kelompok independen, baru dilakukan tindakan. Kalau misalnya benar, maka pemberhentian sementara bisa dilakukan. Tapi kalau tidak, bisa dikeluarkan SP3.
"Jadi presiden memerintahkan kepolisian mengeluarkan SP3 atau tidak melanjutkan proses penuntutan, dengan mengeluarkan deponering," ujar Saldi.
Pada Rabu, 18 Februari 2015, Jokowi memberhentikan sementara Samad dan Bambang. Jokowi mengatakan pemberhentian kedua pimpinan KPK itu terkait dengan masalah hukum masing-masing.
Abraham menjadi tersangka kasus dugaan pemalsuan dokumen. Adapun Bambang ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan perintah pemberian keterangan palsu oleh saksi dalam sidang sengketa Pemilihan Kepala Daerah Kotawaringin Barat.
Kendati demikian, kata Saldi, dengan segala keterbatasan, langkah Jokowi bisa diapresiasi. Ini bisa menjadi napas sementara KPK untuk menghadapi proses yang terjadi.
ANDRI EL FARUQI