TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Indonesia Corruption Watch Ade Irawan menyesalkan langkah Presiden Joko Widodo yang berencana menerbitkan instruksi presiden tentang pemberantasan korupsi. Salah satu isi inpres ini membatasi wewenang komisi antirasuah, yakni diminta hanya berfokus pada upaya pencegahan.
"Pak Jokowi harus membaca Undang-Undang KPK. Di situ tertulis dengan jelas mengenai tugas dan wewenang KPK," kata Ade saat dihubungi Tempo, Rabu, 4 Maret 2015.
Menurut dia, penindakan dan pencegahan korupsi menjadi satu bagian tugas yang selama ini dijalani komisi antikorupsi. Karena itu, jika instruksi ini terbit, KPK bisa dianggap tak ada lagi. "Kalau inpres ini terbit, Pak Jokowi secara legal melemahkan KPK," ujar Ade.
Selain itu, Ade menambahkan, jika aturan ini terbit, bisa saja muncul anggapan bahwa aktor utama pelemahan komisi antikorupsi adalah Jokowi. "Jangan sampai terjadi seperti itu," ucapnya.
Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto mengatakan penerbitan instruksi ini bertujuan menguatkan lembaga penegak hukum, seperti Kejaksaan Agung, Kepolisian RI, dan KPK dalam melakukan kerja bersama untuk memberantas korupsi. "Draf inpres-nya sudah masuk ke Sekretariat Kabinet," kata Andi di Istana Negara, Jakarta, Rabu, 4 Maret 2015. Ia mengatakan paling lambat pekan depan inpres itu bisa dikeluarkan.
Menurut Andi, Jokowi berharap pencegahan korupsi diupayakan menjadi 70-75 persen dari porsi total program pemberantasan korupsi di Indonesia. Jadi, kata dia, instansi penegak hukum bisa cepat mengidentifikasi kemungkinan pelanggaran administrasi atau intensi sengaja menggunakan keuangan negara secara tak sah.
Ade mengatakan langkah yang semestinya dilakukan Jokowi adalah dalam rangka memperkuat KPK, bukan memperlemah dengan melegalkan pelemahan lembaga itu melalui instruksi tersebut. "Presiden seharusnya menyelesaikan masalah kriminalisasi terhadap KPK," ucapnya. Karena itu, ia berharap seluruh rakyat Indonesia bergerak menolak penerbitan instruksi ini.
PRIHANDOKO