TEMPO.CO , Indramayu:Keberadaan Permen Kelautan dan Perikanan No 1/Permen-KP/2015 tentang Penangkapan Lobster, Kepiting dan Rajungan dan Permen Kelautan dan Perikanan No 2/Permen-KP/2015 tentang Larangan penggunaan Penangkapan Ikan Pukat Hela, Pukat Tarik di wilayah Pengelolaan Ikan Indonesia dinilai merugikan nelayan tradisional.
Maka dari itu nelayan yang tergabung Kelompok Nelayan Ikan (KNI) koordinator Wilayah Glayem Desa/Kecamatan Juntinyuat Kabupaten Indramayu resmi mengajukan gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi terhadap Permen tersebut.
"Kedua aturan itu tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi," kata Dedy, Kamis, 5 Maret 2015. Dijelaskannya, aturan yang dibuat menteri kelautan dan perikanan itu telah melanggar UU No 31 tahun 2004 sebagaimana diubah dengan UU No 45 tahun 2009 tentang perubahan UU Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan.
"Permen Kelautan dan Perikanan itu membuat nelayan kecil di wilayah Indramayu merasa tertindas. Mata pencahariannya pun dibunuh," katanya.
Karena, lanjut Dedy, adanya peraturan tersebut membuat ribuan nelayan Indramayu berhenti untuk melakukan penangkapan jenis ikan seperti yang tercantum dalam aturan. Diantaranya kepiting dan rajungan. Padahal menangkap kepiting dan rajungan telah menjadi mata pencaharian nelayan sejak dulu.
"Bahkan telah dilakukan secara turun temurun," katanya. Nelayan menjadi takut melaut karena takut dianggap melawan hukum jika tetap memaksakan diri menangkap kepiting dan rajungan.
Dedy pun menambahkan, adanya larangan penggunaan alat tangkap seperti yang diatur dalam Permen-KP No 2/Permen-KP/2015 juga menyulitkan nelayan kecil. "Terutama nelayan yang mencari udang rebon menggunakan sadu," katanya. Alat itu pun menurutnya saat ini sudah dilarang, padahal alat itu sangat sederhana dan murah. Di wilayah Juntinyuat saja, ada 25 perahu kecil yang menangkap rebon.
"Dengan total ABK sebanyak 35 orang," katanya. Sedangkan untuk nelayan perorangan yang mencari rebon dan menebar jalan seorang diri di pantai jumlahnya bisa lebih dari 150 orang.
Dedy pun mengancam akan melakukan aksi unjuk rasa ketika sidang perdana uji materi itu digelar di Jakarta. Ini dilakukan sebagai bukti dukungan dan penderitaan nyata nelayan kecil yang membutuhkan keadilan dari pemerintah.
"Kami sudah koordinasikan dengan pengurus KNI di beberapa daerah untuk melakukan aksi seperti saat aksi di KKP (beberapa hari lalu). Bahkan akan lebih besar lagi," lanjut Dedy.
Sementara itu Ketua Serikat Nelayan Tradisional (SNT) Kajidin, mengungkapkan keberadaan dua permen KP tersebut memang sangat merugikan nelayan tradisional. "Kami tentu sangat berharap pemerintah lebih berpihak pada nasib nelayan tradisional yang nasibnya seringkali terpuruk," kata Kajidin.
IVANSYAH