TEMPO.CO, Semarang - Produsen pasta ikan atau surimi di Rembang, Jawa Tengah, Idriz Razak, mengatakan industri surimi bakal terpuruk akibat pemberlakuan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 tentang penggunaan alat tangkap. Kebijakan itu dinilai akan menggerus pasokan bahan baku ikan dari nelayan. "Sudah dua bulan ini produksi surimi anjlok, bahkan awal Maret ini nyaris berhenti," katanya kepada Tempo, Kamis, 12 Maret 2015.
PT Bintang Karya Laut, perusahaan milik Idriz, memproduksi surimi yang diekspor ke Jepang, Singapura, Thailand, dan Amerika Serikat. Usaha yang diawalinya pada 2013 itu kini terancam gulung tikar karena kekurangan bahan baku. "Nelayan tak berani melaut karena terhambat peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan," katanya.
Produksi surimi PT Bintang Karya Laut berangsur-angsur menyusut dari rata-rata 500 ton pasta ikan per bulan pada tahun lalu menjadi 214 ton pada Januari tahun ini, dan turun lagi menjadi 145 ton pada Februari. Per 10 Maret lalu, PT Bintang Karya Laut bahkan hanya memproduksi 40 ton. Idriz pun mulai ketar-ketir karena seretnya pasokan. Hitungan dia, dengan suplai bahan baku yang mengecil, usahanya baru bisa menutup biaya dalam kurun 15 tahun. "Terancam bangkrut," katanya.
Di Kabupaten Rembang, terdapat enam produsen surimi yang menyerap bahan baku ikan tangkapan nelayan. Pengusaha semakin gencar berinvestasi membangun pabrik surimi di kawasan ini sejak permintaan pasar asing melambung. Ramainya bisnis ini juga didukung suplai bahan baku dari nelayan di Pantai Utara Jawa.
Kepala Unit Pelaksana Tugas Pengelola Pengembangan Usaha Perikanan Tasikagung, Rembang, Sahroni, mengatakan nelayan tidak berani melaut karena kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti melarang nelayan menggunakan kapal cantrang. Akibatnya, aktivitas lelang dan bongkar tangkapan ikan semakin sepi."TPI sepi sejak pertengahan Januari," katanya.
Di Tasikagung ada dua TPI yang besaran transaksinya mencapai Rp 1,5 miliar dan Rp 800 juta. Volume ikan yang dipasok 1.500-2.000 keranjang --satu keranjang berukuran 25 kilogram-- yang dihasilkan oleh 14-15 kapal. Artinya, satu kapal cantrang mampu menghasilkan lebih dari 50 ton ikan. Setiap kapal dioperasikan 15-20 anak buah kapal dan mempekerjakan 50 tenaga bongkar. Kini, karena kapal cantrang tak beroperasi, banyak anak buah kapal dan tenaga bongkar yang menganggur.
EDI FAISOL