TEMPO.CO, Purbalingga - Dampak buruk penambangan batu akik di Purbalingga, Jawa Tengah, dijadikan film fiksi pendek oleh sekelompok pelajar yang tergabung dalam komunitas film Gerilya Pak Dirman Film. Film bertajuk Begal Watu ini mulai diproduksi Senin, 23 Maret 2015, di wilayah Desa Tanalum, Kecamatan Rembang, Purbalingga.
"Melalui film, kami ingin menunjukkan pada masyarakat bahwa boleh saja ikut-ikutan booming batu akik, namun perlu diperhatikan kelestarian alam dan situs-situs purbakala," kata Dinda Gita Rosita, sutradara yang masih duduk di bangku kelas X SMA Rembang Purbalingga, Selasa, 24 Maret 2015.
Penambangan batu akik di Purbalingga, yang bersumber di Sungai Klawing, menyebabkan kerusakan lingkungan di sekitarnya. Bahkan pencari batu sampai menjarah batu-batu yang merupakan situs purbakala. Berdasarkan cerita pendek bertajuk Mendhem Watu (mabuk batu), film ini berkisah tentang seorang anak muda yang tergila-gila pada batu. Tiap hari dia mencari batu. Dia tak hanya mencongkel batu di tebing air terjun, tapi juga pada situs purbakala. Bahkan batu yang dipakai sebagai fondasi rumah tetangga pun ia congkel.
Bupati Purbalingga Sukentho Ridho Marhaendrianto mengatakan pemerintah mendukung usaha batu akik untuk menurunkan angka perceraian di Purbalingga. "Kalau suami punya penghasilan dari batu akik, perceraian akan menurun," katanya.
Perceraian di Purbalingga memang tinggi. Penyebabnya, hampir sebagian besar perempuan bekerja sebagai buruh rambut palsu sehingga menelantarkan keluarganya.
Pemerintah Kabupaten Purbalingga mendukung fenomena batu akik. Salah satunya dengan menggelontorkan dana lewat anggaran pendapatan dan belanja daerah senilai hampir Rp 1 miliar.
ARIS ANDRIANTO