TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Mukhamad Misbakhun mendukung penuh rencana pemerintah untuk menggenjot penerimaan dari sektor perpajakan.
"Semuanya bagus asal diikuti dengan pembenahan peraturan," katanya di Jakarta, Selasa, 14 April 2015.
Sebelumnya pemerintah mewacanakan kebijakan sunset policy (penghapusan sanksi pajak) dan amnesti pajak (pengampunan pajak). Dengan insentif pajak diharapkan bisa menggenjot penerimaan pajak.
Menurut dia, perlu ada landasan hukum konstitusional yang kuat sehingga pemerintah dapat menjalankan kebijakan dengan baik.
Misbakhun mengatakan perlu ada landasan hukum berupa perpres atau undang-undang untuk sunset policy dan amnesti pajak. Sebab, banyak benturan wewenang yang mungkin akan terjadi di masa depan.
"Misalnya jika Dirjen Pajak ingin meminta data penunggak pajak dari bank," kata dia.
Secara spesifik, penyidik Direktorat Jenderal Pajak tidak memiliki kewenangan menelisik rekening nasabah di bank, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). "Kecuali penyidik kepolisian dan kejaksaan," kata Misbakhun.
Untuk itu Misbakhun menekankan pentingnya revisi dan penambahan kewenangan Dirjen Pajak dan pengaturan pungutan pajak yang lebih ajeg. "DPR siap bantu dengan cepat. Waktu mengubah MD3 (UU MPR, DPR, DPRD dan DPD) saja kami hanya makan waktu dua minggu," ujarnya.
Sebelumnya Dirjen Pajak Sigit Prio Pramudito mengatakan Ditjen Pajak juga tengah mengupayakan penerapan sunset policy, yakni penghapusan sanksi pajak. Namun sampai saat ini payung hukumnya belum tersedia.
Sigit mengatakan sunset policy yang akan diterapkan berbeda dengan tahun 2008. Bedanya, tahun ini sunset policy bukan hanya sekedar sukarela seperti tahun 2008.
ANDI RUSLI