TEMPO.CO, Sumenep - Ratusan nelayan dari wilayah kepulauan dan daratan Kabupaten Sumenep berunjuk rasa di depan kantor DPRD Sumenep, Senin, 20 April 2015. Mereka memprotes Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 82 tahun 2004 tentang Izin Berlayar. "Permenhub itu menyusahkan nelayan," kata koordinator unjuk rasa, Edy Junaidi.
Para nelayan itu berasal dari Desa Padike, Pulau Poteran, Pulau Gili Genting, Desa Sarong, dan Desa Lobuk, Kecamatan Bluto. Mereka keberatan atas pasal 5 dan 7 peraturan itu. Pasal 5 menyebutkan surat persetujuan berlayar berlaku 24 jam dari waktu diterbitkan dan hanya dapat digunakan untuk satu kali pelayaran.
Sedangkan pasal 7, kata Edi, menyebutkan kapal perikanan yang berlayar dari pelabuhan yang lokasinya di luar pelabuhan perikanan yang belum ada syahbandar, surat persetujuan berlayar diterbitkan oleh syahbandar setempat. Dengan catatan, kapal itu lulus pemeriksaan laik berlayar.
"Kalau begini caranya, nelayan malah tidak bisa melaut,” kata Edy. Waktu tempuh dari pulau ke kantor syahbandar lebih dari tiga jam. Itu belum termasuk waktu pengurusan izin.
Nelayan mendesak Menteri Perhubungan mengubah kebijakan itu. Mereka menilai ketatnya izin berlayar dalam peraturan itu seolah-olah memposisikan nelayan sebagai pencuri ikan. "Kami bukan pencuri, kami hanya mau menangkap ikan."
Wakil Ketua Komisi Bidang Kelautan DPRD Sumenep Dwita Andriyani, yang menemui para demonstran, berjanji secepatnya menyampaikan aspirasi nelayan ke Dinas Perhubungan Sumenep yang berada di bawah naungan Kementerian Perhubungan. "Kami juga akan mengkaji aturan itu. Jika memang merugikan nelayan, akan kami sampaikan ke DPRD Provinsi dan DPR agar diperjuangkan untuk direvisi."
MUSTHOFA BISRI