TEMPO.CO, Jakarta - Kawasan dermaga Wijaya Pura yang menuju Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan, Cilacap, mulai tertutup. Beberapa warga yang berencana menghabiskan akhir pekan pada Minggu pagi, 26 April 2015 pun terpaksa mengurungkan niatnya. Penutupan dermaga merupakan imbas dari kian dekatnya waktu eksekusi sembilan dari sepuluh terpidana mati.
Pengetatan kawasan dermaga juga terjadi di gerbang barat dan timur pos penjagaan. Aktivitas bongkar muat ikan di sisi timur telah ditutup sejak sebulan lalu. Kegiatan tersebut dipusatkan di Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap (PPSC) yang berjarak satu jam dari Wijaya Pura.
Mumbro, 56 tahun, pedagang ikan yang tinggal di Jalan Kelapa Lima, Cilacap, mengatakan kawasan tersebut masih digunakan untuk bersandar kapal yang rusak. “Paling-paling kalau kapal rusak diperbaiki di sini, kalau bongkar ikan di sana (PPSC),” kata perempuan itu kepada Tempo, Minggu, 26 April 2015.
Area yang sebelumnya dibuka untuk umum dan digunakan wartawan untuk mengambil gambar ke arah pelabuhan itu mulai ditutup pada Minggu pagi. Tempo sempat terkunci di dalam setelah mengikuti nelayan yang mendatangi kapal mereka.
Seorang nelayan yang tidak mau menyebutkan namanya mengatakan ia hanya diberi tugas untuk mengunci gerbang tersebut. Sambil membukakan gerbang, kata nelayana itu, kawasan ditutup untuk umum dan hanya untuk keluar masuk nelayan.
Nelayan ini menuturkan, dermaga diberlakukan sistem buka tutup bagi pengunjung. Sejak pagi keluarga dan para kuasa hukum terpidana mati terlihat mendatangi dermaga. Pukul 08.15 WIB gerbang dermaga dibuka, rombongan duta besar dari Australia masuk untuk bertolak ke Nusakambangan.
Keluarga Mary Jane, terpidana mati asal Filipina, juga datang berkunjung. Setelah sebelumnya ayah, ibu, kakak, dan dua anak laki-lakinya datang kemarin, hari ini tampak mantan suami Mary Jane di dalam rombongan.
Setelah keluarga Mary Jane menyeberang pukul 11.00 WIB, di jalan masuk menuju dermaga tampak aktivis buruh berdemonstrasi meminta Presiden Joko Widodo, meninjau ulang hukuman mati bagi Mary Jane. Iweng Karsiwen, aktivis Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI), mengatakan terpidana asal Filipina tersebut merupakan korban perdagangan manusia.
"Kami sudah mengajukan PK kedua di pengadilan Sleman, Yogyakarta Jumat lalu," kata Iweng. Ia bersama aktivis buruh lainnya berharap presiden bijaksana dalam melihat kasus Mary Jane. Sebelumya Joko Widodo menolak grasi untuk ibu dua anak tersebut.
Sepuluh terpidana mati saat ini telah berada di Nusakambangan. Tapi Sergei Areski Atlaoui asal Prancis kemungkinan batal dieksekusi pada Selasa, 28 April 2015 lantaran mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
VENANTIA MELINDA