TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara senior Todung Mulya Lubis mengapresiasi pemberian grasi Presiden Joko Widodo terhadap lima tahanan politik di Papua. Ia menilai kebijakan Presiden Jokowi akan menghadirkan rasa percaya warga Papua terhadap pemerintah.
"Mereka akan merasa ada kebijakan baru yang jujur dan terbuka," kata Todung saat dihubungi melalui telepon, Senin malam, 11 Mei 2015.
Menurut Todung, pemerintah memang harus memiliki kebijakan rekonsiliasi untuk menyelesaikan persoalan politik di daerah Cenderawasih itu. Apalagi stabilitas keamanan masih cukup dinamis.
Pemberian grasi dianggap sebagai langkah yang cukup tepat untuk saat ini, "Tahanan yang belum diadili juga mesti diberi amnesti," ucapnya.
Saat mengunjungi Papua pada Sabtu, 9 Mei 2015, Presiden Jokowi memberikan grasi terhadap lima tahanan politik yang tersangkut kasus pembobolan gudang senjata Kodim Wamena pada 2003. Hukuman penjara yang mereka jalani mulai 19 tahun hingga seumur hidup.
Mereka adalah Linus Hiel Hiluka dan Kimanus Henda yang divonis 19 tahun, Jefrai Murib dan Numbungga Telenggen yang divonis seumur hidup, serta Apotnalogolik Lokobal yang divonis 20 tahun.
Meski demikian, Todung mengingatkan agar Jokowi tak hanya memberikan grasi bagi para tahanan politik tersebut. Jokowi juga harus mengusut dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang mendera mereka dalam tahanan.
Aliansi Demokrasi untuk Papua (ALDP) serta sejumlah lembaga HAM mengungkapkan adanya kekerasan terhadap para tahanan politik di dalam penjara. Dugaan kekerasan itu sudah dilaporkan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). "Harus ada tim penyelidik yang dibentuk untuk menginvestigasi hal tersebut," kata Todung.
Menurut Todung dugaan pelanggaran HAM tersebut harus menjadi perhatian besar. Sebab akan menjadi "duri dalam daging" bagi rakyat Papua. "Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) di Papua sebaiknya dilibatkan," katanya.
TRI SUHARMAN