TEMPO.CO, Jakarta - Tim hukum Komisi Pemberantasan Korupsi Zainal Abidin tampak bahagia atas putusan hakim tunggal Amat Khusairi yang menolak gugatan praperadilan mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin. Zainal menyebut hal ini merupakan pembuktian KPK bahwa langkah hukum yang dilakukannya sudah sesuai prosedur. "Ini pembuktian untuk seluruh negeri atas rida Allah," kata dia di pengadilan, Kamis, 9 Juli 2015.
Putusan praperadilan kedua ini berbeda dengan putusan sebelumnya. Dalam putusan sebelumnya, hakim tunggal Yuningtyas Upiek Kartikawati mengabulkan permohonan Ilham. Saat ditanya perbedaan praperadilan Ilham yang sekarang dengan yang sebelumnya, Zainal enggan menanggapi. Alasannya, batas pengujian praperadilan yang sekarang bukan untuk membedakan gugatan sebelumnya. "Yang kami uji prosedur penyidikannya, bukan untuk membedakan dengan yang sebelumnya. Hasilnya, apa yang dilakukan KPK sudah benar," ujarnya.
Kuasa hukum Ilham, Johnson Panjaitan, menyebut putusan hakim aneh. Berdasarkan saksi dari Badan Pemeriksa Keuangan, kata Johnson, penghitungan kerugian negara belum rampung. "Artinya, KPK ngawur dalam menetapkan tersangka. Kan, tidak ada kerugian negara," ujarnya.
Menanggapi hal itu, Zainal mengklaim audit BPK pada 2007-2012 menyatakan ada indikasi kerugian negara. Bila beberapa waktu lalu saksi BPK menyatakan penghitungan kerugian negara belum selesai, hal ini merupakan hasil pengembangan terbaru.
"Sejak awal sudah ada indikasi kerugian negara. Kalau dalam perkembangan BPK menghitung lagi dan belum selesai, itu tetap bisa dijadikan alat bukti," ujar Zainal.
KPK menetapkan Ilham sebagai tersangka korupsi dalam kasus pengolahan air minum oleh PDAM Makassar. Penyidik KPK menyatakan ada indikasi kerugian negara sebanyak Rp 38 miliar akibat kerja sama pengolahan air minum antara PDAM Kota Makassar dan PT Traya Tirta pada 2006-2012.
DEWI SUCI RAHAYU