TEMPO.CO , Jakarta: Investigasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menemukan keterlibatan perusahaan asing dalam konflik tambang pasir besi di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
"Dugaan kami, konflik tambang pasir besi tidak hanya melibatkan birokrasi daerah, tetapi juga melibatkan korporasi internasional," kata Munhur Satyahaprabu, Manajer Kebijakan dan Pembelaan Hukum Walhi, dalam konferensi pers di Jakarta, Senin, 5 Oktober 2015.
Baca Juga:
Konflik memuncak pada Sabtu, 26 September 2015. Ketika itu , puluhan tukang pukul Kepala Desa Selok Awar-Awar menganiaya Salim Kancil dan Tosan. Keduanya adalah aktivis penolak tambang pasir.
Tosan dan Salim Kancil sempat mendatangi Polres Lumajang untuk melapor ancaman pembunuhan dan meminta perlindungan. Namun tak digubris. Salim Kancil tewas dalam penganiayaan itu.
Menurut Munhur, perusahaan asing ini berperan sebagai pencuci dosa dalam aksi tambang liar yang kemudian diekspor sampai ke China. Dia menduga ada kesepakatan yang dibuat korporasi internasional tersebut, Dampar Golden International, dengan PT Indo Modern Mining Sejahtera (IMMS).
Setelah itu, hasil tambang disimpan di stock pile yang kemudian dialirkan ke Pelabuhan Tanjung Tembaga di Probolinggo, Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya, dan Gresik. Terus sampai ke Pelabuhan Qingdao di China. "Polisi harus memeriksa orang yang terlibat dari alur hasil tambang dikeluarkan hingga ke pelabuhan," kata Munhur.
Sebelum diekspor ke China, pasir besi tersebut ditampung Dampar Golden International yang telah mendapat surat izin dari Gubernur Jawa Timur. Izin yang dimiliki merupakan izin ekslusif dimana mereka berhak menampung pasir dari Lumajang untuk dikirim ke tempat lain, termasuk China.
Menurut Walhi, polisi harus mengusut siapa orang di dalam perusahaan yang menampung pasir tersebut. Bahkan, harus mengungkap tuntas siapa saja yang menikmati hasil pertambangan.
"Dugaan kami, Dampar Golden International adalah sebagai pencuci dosa dari pasir besi Lumajang yang ilegal. Inilah yang menyuburkan praktek-praktek tambang pasir ilegal di Lumajang," kata Munhur.
Ada dua pelabuhan yang dijadikan tempat bersandar, yakni Tanjung Tembaga dan smelter pertambangan di Gresik. PT IMMS menanam saham sebanyak 45 persen di Asia Resources Holding, yang merupakan pemilik 100 persen PT Mighty Kingdom.
Kemudian dimiliki Mighty Kingdom Investment sebanyak 55 persen, dan 5 persen lainnya dipegang Empire Bridge Asset (yang terdaftar di British Virgin Island). Semua perusahaan tambang tersebut menampung hasilnya di Dampar Golden International yang kemudian dibawa ke Porbolinggo hingga China.
Walhi menilai, tambang pasir besi di Lumajang tak hanya menjadi sumber konflik dan kerugian negara, tetapi juga sumber tindak pidana korupsi. Oleh sebab itu, Walhi menuntut keras agar kepolisian tidak hanya menjerat kepala desa hanya dengan pasal pembunuhan berencana tapi juga tindak korupsi dan pencucian uang.
Hal ini dilakukan agar aktor-aktor lain yang terlibat juga ikut diseret dalam ranah hukum agar tambang ilegal yang juga bisa merenggut hak asasi manusia tak terulang lagi.
LARISSA HUDA