TEMPO.CO, Bojonegoro - Pemerintah Kota Bojonegoro menawarkan wisata banjir ketika Sungai Bengawan Solo meluap. Tawaran itu disampaikan untuk membiasakan cara berpikir positif. Banjir yang selama ini dianggap sebagai bencana, diubah menjadi sebagai pembawa berkah. ”Sehingga kami tawarkan wisata banjir saat Bengawan Solo meluap,” kata Bupati Bojonegoro Suyoto di depan Apel Siaga 1.000 Relawan Penjaga Kebersihan Bengawan Solo di Bojonegoro, Selasa, 25 Oktober 2016.
Menurut Suyoto, di sepanjang Sungai Bengawan Solo di Bojonegoro terdapat sejumlah desa yang potensial akan agroindustri dan pariwisata. Seperti kebun belimbing di Desa Ringinrejo, Kecamatan Kalitidu, yang lokasinya tepat di pinggir sungai. Juga Desa Rendeng, Kecamatan Malo, yang dikenal sebagai kampong perajin gerabah. Hamparan tanaman padi di kiri-kanan sungai terlihat elok dilihat dari perahu di Sungai Bengawan Solo.
Bojonegoro juga memiliki Bendung Gerak yang berada di antara Kecamatan Kalitidu dan Kecamatan Trucuk. Di bendungan ini, pengunjung bisa menikmati pemandangan orang menangkap ikan-ikan tawes kecil yang dijaring di pintu air. Ada pula wisata budaya perkampungan komunitas Masyarakat Samin di Dusun Jepang, Desa/Kecamatan Margomulyo, sekitar 65 kilometer arah barat daya dari Kota Bojonegoro.
Suyoto meminta Dinas Kebudayaan dan Pariwisata memanfaatkan momentum Sungai Bengawan Solo meluap dengan membuat paket wisata. Menurut dia, peristiwa ini menarik bagi warga kota-kota besar seperti Jakarta, Semarang, dan Surabaya. “Ini langka, memetik belimbing di atas perahu saat banjir datang.”
Curah hujan pada 2016 diperkirakan cukup tinggi. Curahnya lebih tinggi ketika banjir besar menenggelamkan Bojonegoro pada akhir 2007 hingga 2008. “Pertanyaannya, apakah para relawan siap menghadapi banjir? Tentu harus siap.”
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bojonegoro Andi Sujarwo mengatakan Apel Siaga 1.000 Relawan Penjaga Kebersihan Bengawan Solo merupakan bentuk cinta lingkungan. Warga Kota Bojonegoro dan yang tinggal di sepanjang bantaran Bengawan Solo dilibatkan untuk membersihkan lingkungan, peka mengantisipasi tanah longsor, dan menjaga ekosistem sungai. “Ini gerakan serentak,” ujarnya dalam apel.
Program ini menyertakan para kepala desa dan lurah yang wilayahnya berada di pinggir Sungai Bengawan Solo. Mereka dilibatkan merancang pelbagai kegiatan dalam Sekolah Sungai. Seperti membuat peraturan desa yang menolak orang mencari ikan dengan menebar racun dan bom ikan, serta tanam pohon di pinggir sungai. “Sudah berjalan, beberapa bulan ini,” kata Suyoto.
SUJATMIKO