Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LARANTUKA seperti membeku dalam hening pada Ahad siang itu, tiga pekan lalu. Jalanan di pusat kota yang biasa riuh oleh bemo yang meraung-raung senyap tiba-tiba. Toko-toko tutup. Perahu-perahu motor membuang sauh di pelabuhan, lalu mematikan mesin. Bocah-bocah berkulit legam, berambut kriwil, yang biasa dolan di pantai, lenyap entah ke mana.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo