Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kasus keluhan masyarakat terhadap denda PLN dalam Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik atau P2TL diakui cukup rumit diselesaikan. Kasus sering kali membingungkan pelanggan PLN yang tidak paham dengan aturan tersebut, sehingga tiba-tiba harus dikenai biaya denda yang besar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kasus P2TL ini memang ribet, rumit. Karena PLN bahkan regulator (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral), akan berdalih pada aturan regulasi,” kata Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menuturkan lewat pesan WhatsApp pada Jumat, 12 Januari 2024, Tulus menambahkan bahwa setelah denda diputuskan, pelanggan seperti tidak bisa berkutik. Konsumen harus membayar meski merasa kesal dituduh melanggar yang dalam kebanyakan kasus dirasa tak dilakukannya.
“Paling banter peluang konsumen hanya bisa minta diskon dan mencicil denda,” ucap Tulus. Pelanggan juga bisa mengajukan banding ke PLN saat merasa keberatan.
Baru-baru ini, kontroversi denda PLN terulang dan lagi-lagi keluhannya viral di media sosial seperti X. Sebuah akun @brosalind menjelaskan kronologi kejadian sampai dia harus membayar denda atau tagihan listrik sebesar Rp 41,8 juta.
Belasan Pelanggan PLN Mengadu ke YLKI Tahun Lalu
Kasus @brosalind mengingatkan kepada kasus sejenis yang mencuat pada akhir tahun lalu, juga dialami konsumen listrik PLN di Jakarta Barat. Secara keseluruhan, menurut Form Perhitungan P2TL yang dibeberkan oleh YLKI pada 2023 lalu, terdapat 17 orang yang mengeluh tentang permasalahan di PLN.
Dari data tersebut, sebanyak 9 orang mengeluh karena P2TL. Ada yang meminta permohonan keringanan atas tagihan sebesar Rp 5,4 juta hingga Rp 20 juta. Dalam hal ini, mereka merasa keberatan atas denda yang diberikan.
Oleh karena itu, Tulus mengimbau upaya pencegahan yang dapat dilakukan masyarakat agar terhindar dari kasus denda PLN. Menurutnya, beberapa kasus sering terjadi dengan penyebab yang berbeda-berbeda. Misalnya, bagi warga yang ingin membeli rumah kedua atau hendak mengontrak.
“Kalau beli rumah second.. ya harus dicek dulu ke PLN," ujarnya, "Atau jika pemilik rumah kemudian mengontrakkan rumahnya, maka sebelum pengontrak pergi atau selesai, maka harus dipastikan pengontrak tidak mengotak-atik meteran,”
Sementara itu, berdasarkan catatan aduan dari YLKI soal PLN. Kepala Bidang Pengaduan YLKI, Aji Warsito, pada Rabu, 29 November 2023 juga pernah menyampaikan bahwa data itu sudah pernah diajukan ke PLN. Namun, belum menerima jawaban yang memuaskan.
Di mana disebutkan hal itu menjadi tanggung jawab konsumen yang ditempati oleh persil. Meski pelanggan tidak merasa melakukan pelanggaran.
Ia memisalkan, tanggung jawab persil itu seperti ada orang baru yang mengontrak atau beli rumah tiba-tiba. Lalu, petugas menemukan indikasi pencurian listrik saat pemeriksaan P2TL. Maka yang harus bertanggung jawab adalah orang tersebut bukan penghuni lama. Walaupun orang itu tidak melakukan perbuatan yang dikatakan pelanggaran.