Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Mahalnya harga tes usap dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) membuat penanganan Covid-19 menjadi lambat. Harga tes PCR yang belum diatur, yakni di kisaran Rp 2juta sampai Rp 5 juta, dituding menjadi salah satu beban dalam mendeteksi penyebaran Covid di tanah air.
Ahli epidemiologi dari Griffith University Dicky Budiman mendesak pemerintah segera mengintervensi harga tes PCR. "Pemerintah harus menjadikan pengaturan ini prioritas karena pengujian di Indonesia masih lemah dan sudah sangat terlambat," ujar Dicky kepada Tempo, Senin, 14 September 2020.
Saat ini, kata dia, kapasitas tes di Indonesia di bawah standar Organisasi Kesehatan Dunia alias WHO yang menyarankan satu per seribu populasi per pekan. Sedangkan kemampuan pemeriksaan rata-rata di Tanah Air baru kisaran 19 ribu orang. Padahal jika diukur dari populasi masyarakat, semestinya sekitar 38,5 ribu orang per hari.
Berdasarkan data Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional jumlah uji deteksi Corona di Indonesia belum sesuai standar dari Organisasi Kesehatan Dunia alias WHO. Dari 8 provinsi prioritas, baru daerah yang tes PCR sesuai standar WHO, yakni DKI Jakarta.
"Kami terus mengakselerasi tes PCR, yang sekarang ini belum sesuai standar, baru Jakarta sudah melewati standar WHO, ini tentu sangat baik. Karena itu, kemarin Presiden meminta Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan dan Kepala BNPB Doni Monardo memfokuskan tujuh provinsi lain supaya tes PCR-nya sesuai standar WHO," kata Erick Thohir Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PCPEN).
Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengakui bahwa kecepatan tes spesimen saat ini jauh dari ideal. Menurut dia, meningkatkan rasio deteksi di Indonesia tidaklah mudah.
Pasalnya banyak keterbatasan dalam melakukan uji tersebut. Misalnya, hampir semua laboratorium tidak siap melayani uji deteksi siang dan malam. "Walaupun ada laboratorium tertentu yang karena manajemennya sudah sangat baik itu bisa bekerja 24 jam."
Untuk menaikkan angka deteksi penyebaran Covid, pemerintah mengkaji harga standar untuk tes PCR. "Terkait PCR, kami segera menyiapkan rujukan atau referensi harga. Ini sedang kami bahas dengan Kementerian Kesehatan," ujar Airlangga Hartarto Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia Iing Ichsan Hanafi mengatakan harga perangkat tes PCR menjadi penyebab mahalnya biaya tes usap. Sebab, perangkat tes adalah produk impor yang dijual dengan harga tidak murah.
Selain itu, kata dia, biaya pengadaan mesin untuk memproses swab test juga mahal. Faktor lainnya pembentuk harga tarif tes adalah keterbatasan kapasitas laboratorium.
Kondisi ini berbeda dengan Rumah Sakit Penanganan Infeksi (RSPI) Sulianti menggratiskan pemeriksaan swab karena anggarannya ditanggung pemerintah. Sehingga rumah sakit hanya memungut biaya untuk tes darah dan pemeriksaan kesehatan.
Direktur RSPI Sulianti Saroso Muhammad Syahril menyebut ongkos pemeriksaan swab di fasilitasnya mencapai Rp 800 ribu per orang. Biaya tersebut tak memasukkan honor petugas karena karyawannya berstatus pegawai negeri sipil.
Syahril sepakat dengan wacana kebijakan pengaturan harga tes. Sebab, tanpa kebijakan tarif yang wajar, Indonesia dinilai sulit meningkatkan deteksi virus.
Pemerintah mempunyai potensi menekan tarif tes PCR dengan menggantik produk impor dengan buatan lokal. Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Hammam Riza mengatakan harga perangkat tes PCR bisa ditekan dengan membeli produk buatan dalam negeri.
Ia mengatakan produk MBioCov-19 buatan Task Force Riset dan Inovasi-19 bersama PT Bio Farma (Persero) saat ini dibanderol hanya Rp 250 ribu. Riza menjamin produk tersebut memiliki kualitas baik dan dapat digunakan pada berbagai macam mesin PCR atau open system.
Dia berujar Bio Farma mampu memproduksi sedikitnya 2 juta unit mBioCov-19 per bulan, sejak awal September. Dengan asumsi setiap hari dilakukan tes terhadap 100 ribu spesimen, Hammam menyatakan hampir semua kebutuhan perangkat dalam satu bulan dapat dipenuhi produk lokal.
Meski demikian, ia mengatakan hingga saat ini jumlah pemesanan terhadap produk tersebut masih minim. Ia mengaku baru menerima pesanan sebanyak 100 ribu unit, sehingga masih ada 400 ribu unit produk siap pakai yang belum terserap. Karena itu, ia meminta pemerintah mendorong penyerapan produk dalam negeri ini sehingga bisa menjadi solusi tingginya harga tes usap yang ramai dikeluhkan masyarakat belakangan ini.
Ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia Pandu Riono berharap pemerintah serius mengurus persoalan tes PCR dengan memastikan kualitas dan harga. Ia yakin harga tes usap PCR bisa ditekan hingga di kisaran harga Rp 500 ribu apabila semua prosesnya berjalan efisien.
Hanya saja, kerap ada rumah sakit tertentu yang membuat paket pemeriksaan Covid-19, mulai dari tes PCR, rontgen, pemeriksaan darah, hingga konsultasi dokter. "Sehingga ada aspek komersialisasi juga," ujar dia. "Jadi pemerintah juga harus menghindari aspek komersialisasi tersebut dengan menetapkan tarif acuan atau membuka harganya secara transparan sehingga masyarakat bisa memilih layanan yang murah dan terjangkau, jangan sampai ada biaya terselubung."
Di samping soal tarif, Pandu mengatakan peningkatan jumlah tes PCR juga berkaitan dengan kemampuan mesin di laboratorium yang kapasitasnya kecil. Karena itu, ia mendorong pemerintah dengan untuk meningkatkan kemampuan laboratorium dengan mendatangkan mesin anyar berkapasitas besar, ketimbang membuat laboratorium baru. Dengan demikian, jumlah uji deteksi Covid-19 di tanah air pun bisa ditingkatkan.
Juru bicara Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito memastikan pemerintah akan memperhatikan hitungan yang rasional dalam menetapkan standar harga tes tersebut. Namun, ia belum mau membeberkan berapa kisaran harga yang akan dipatok pemerintah untuk tes usap itu.
Pemerintah pun, tutur dia, tengah mencari strategi untuk bisa menekan harga tes usap PCR sehingga harganya bisa murah dan terjangkau oleh masyarakat. "Semua didorong supaya bisa produk dalam negeri atau murah dan terjangkau untuk masyarakat," kata dia.
Baca juga: Kemenhub Pastikan Syarat Rapid Test dan Swab bagi Penumpang Masih Berlaku
CAESAR AKBAR | LARISSA HUDA | BISNIS.COM
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini