Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Berita Tempo Plus

Langka Obat di Tengah Pandemi

Kisruh pengadaan obat terjadi setelah Kementerian Kesehatan mengubah sistem tender. Obat penyelamat nyawa seperti antiretroviral pun habis di beberapa daerah. Perubahan sistem tender membuat pengusaha ragu-ragu mengadakan obat.

18 April 2020 | 00.00 WIB

Konsumsi obat bagi penderita HIV/AIDS di Jakarta, Desember 2011. TEMPO/Nita Dian
Perbesar
Konsumsi obat bagi penderita HIV/AIDS di Jakarta, Desember 2011. TEMPO/Nita Dian

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Ringkasan Berita

  • Di tengah pandemi corona, muncul ancaman kelangkaan obat.

  • Terjadi kisruh pengadaan obat di Kementerian Kesehatan.

  • Pengusaha kembang-kempis mengadakan obat.

DI hadapan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko pada pertengahan Februari lalu, Aditya Wardhana mengemukakan kegusarannya terhadap nasib penyandang human immunodeficiency virus/acquired immune deficiency syndrome atau HIV/AIDS. Direktur Eksekutif Koalisi AIDS Indonesia itu mengatakan terjadi kelangkaan obat antiretroviral (ARV) jenis tenofovir, lamivudine, dan efavirenz di pasaran. “Tanpa obat itu, nyawa orang dengan HIV/AIDS terancam,” katanya menceritakan pertemuan tersebut kepada Tempo pada Jumat, 17 April lalu.

Aditya mengaku sudah berkali-kali menghubungi dua pejabat di Kementerian Kesehatan untuk memastikan stok obat ARV bisa segera terpenuhi. Tanpa obat yang harus ditenggak setiap hari itu, virus dalam tubuh akan beranak-pinak dan mengakibatkan pengidap HIV/AIDS rentan terkena penyakit lain. Apalagi saat itu virus corona sudah mulai mewabah ke berbagai penjuru dunia.

Ia juga mengeluhkan harga obat ARV di Indonesia yang berada di kisaran Rp 400 ribu. Padahal harga obat itu di pasar internasional hanya sekitar Rp 100 ribu. Menurut Aditya, Moeldoko berjanji menelusuri persoalan tersebut. Dihubungi terpisah, Moeldoko membenarkan dan mengaku masih mendalami masalah itu.

Kelangkaan obat ARV di berbagai wilayah, kata Aditya, terjadi sejak awal tahun ini. Ia mencontohkan, satu klinik kesehatan di Bali yang biasanya memiliki 1.200 botol obat ARV per bulan hingga pertengahan April hanya punya stok tak sampai belasan. Aditya mengaku menerima keluhan dari banyak pengidap HIV/AIDS di Bali dan berbagai wilayah lain.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Hussein Abri

Bergabung dengan Tempo sejak April 2014, lulusan Universitas Pasundan, Bandung, ini banyak meliput isu politik dan keamanan. Reportasenya ke kamp pengungsian dan tahanan ISIS di Irak dan Suriah pada 2019 dimuat sebagai laporan utama majalah Tempo bertajuk Para Pengejar Mimpi ISIS.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus