Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Berat Beban Sri Mulyani Usai Deretan Kasus Hukum Menjerat Pejabat Ditjen Pajak

Kasus penganiayaan yang berkembang ke dugaan harta tak wajar pejabat Pajak bakal menggerus kepercayaan publik. Apa yang harus dilakukan Sri Mulyani?

2 Maret 2023 | 09.40 WIB

Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan keterangan pers APBN KiTa di kantor Kemenkeu, Jakarta, Senin, 26 Agustus 2019. Kementerian Keuangan mencatat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) per 31 Juli 2019 sebesar Rp183,7 triliun atau 1,14 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). TEMPO/Tony Hartawan
Perbesar
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan keterangan pers APBN KiTa di kantor Kemenkeu, Jakarta, Senin, 26 Agustus 2019. Kementerian Keuangan mencatat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) per 31 Juli 2019 sebesar Rp183,7 triliun atau 1,14 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali jadi sorotan. Siapa sangka, bermula dari kasus penganiayaan oleh Mario Dandy yang merupakan anak pejabat Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Jakarta Selatan Rafael Alun Trisambodo, orang nomor satu di Kementerian Keuangan tersebut ikut terimbas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai kasus penganiayaan dan berkembang ke dugaan harta tak wajar pejabat Pajak Rafael Alun Trisambodo bakal berpotensi menggerus kepercayaan publik terhadap Ditjen Pajak Kemenkeu. Apalagi kasus hukum yang menjerat pejabat Ditjen Pajak bukan hal yang baru di Indonesia. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Oleh sarena itu, menurut dia, Menteri Keuangan Sri Mulyani kini memikul tambahan beban untuk terus mengawasi integritas anak buahnya agar kasus Rafael Alun yang tengah jadi sorotan ini tidak berlarut-larut. "Menteri Keuangan perlu mengembalikan kembali kepercayaan publik terhadap Ditjen Pajak," ujarnya kepada Tempo, Rabu, 1 Maret 2023. 

Kepercayaan terhadap Ditjen Pajak disebut-sebut bisa terus berangsur memudar setelah publik melihat gaya hidup mewah Rafael Alun Trisambodo, pejabat eselon III ternyata memiliki kekayaan Rp 56 miliar. Nilai kekayaan itu dinilai tidak masuk akal karena mendekati jumlah kekayaan Sri Mulyani, yang sebelumnya pernah menjadi Managing Director Bank Dunia, sebesar Rp 58 miliar.

Kekayaan Rafael Alun semakin menjadi sorotan publik lantaran dua kendaraan mewah yang sering digunakan Mario Dandy, yaitu motor gede (moge) Harley dan Jeep Wrangler Rubicon tak tercatat dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). 

Walhasil, persepsi negatif terhadap Kementerian Keuangan, khususnya Ditjen Pajak, kembali mengemuka seiring munculnya pertanyaan publik ihwal sumber kekayaan pejabat tersebut.

Tugas Berat Sri Mulyani

Fajry berujar Sri Mulyani perlu segera menunjukkan perbaikan di Ditjen Pajak usai kasus hukum yang menyeret Rafael Alun ini. Sri Mulyani dinilai perlu meyakinkan ke publik bahwa sistem pengawasan internal akan dapat mendeteksi pegawai yang nakal. 

Tugas berat Sri Mulyani yang lainnya, kata Fajri, adalah meyakinkan publik bahwa uang pajak yang dibayarkan tidak dikorupsi. "Jika sampai berlarut-larut dan jangka panjang. Makanya perlu memulihkan kepercayaan publik secepatnya," tuturnya. 

Fajri menilai gebrakan Sri Mulyani dalam mereformasi birokrasi di kementeriannya bisa menjadi sia-sia. Padahal, menurut dia, pembaruan sistem birokrasi di Kementerian Keuangan jauh lebih terasa dibandingkan dengan kementerian dan lembaga pemerintahan lainnya.

Hal tersebut tercermin dari kinerja penerimaan pajak yang berangsur-angsur membaik. Bahkan, Fajry menuturkan penerimaan pajak naik 48,6 persen secara year on year pada Januari lalu. Target penerimaan pajak tahun ini pun diprediksi akan tercapai kembali. 

Kendati demikian, ia memperingatkan risiko korupsi selalu ada. Sehingga, sumber kekayaan Rafael Alun harus diusut sampai tuntas.

Hal ini berkaca pada citra Ditjen Pajak yang telah tercoreng beberapa kali akibat ulah korupsi begawainya. Bila pengawasan terhadap pejabat Ditjen Pajak mengendur, publik bisa betul-betul hilang kepercayaan.

Selanjutnya: Gerakan anti bayar pajak di media sosial ...

Gerakan anti bayar pajak di media sosial merespons kasus pegawai Ditjen Pajak tersebut tak bisa dianggap hal sepele. Warganet ramai memprotes kehidupan mewah para pejabat di Kementerian Keuangan dan harta kekayaan yang dilaporkannya lebih besar dibandingkan gaji yang diberikan.

Bahkan Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj ikut menyerukan agar masyarakat tidak membayar pajak jika Rafael Alun Trisambodo terbukti melakukan penyelewengan pajak. Tindakan penganiayaan yang berkembang menjadi terbukanya harta tak wajar pejabat itu mengingatkannya pada kasus Gayus Tambunan.

“Keputusan para kyai bahwa kalau uang pajak selalu diselewengkan, NU akan menempuh sikap tegas, warga NU tidak usah bayar pajak, waktu itu," kata Said dalam video di Instagram pribadinya @saidaqilsiroj53, Selasa, 28 Februari 2023.

Berulang Kasus Pegawai Pajak 

Kasus pegawai pajak Gayus Tambunan sebelumnya menyedot perhatian publik pada 2010 sampai 2011 lalu. Kasus Gayus berawal dari laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tentang jumlah kekayaannya yang fantastis.

Gayus yang saat itu pangkatnya masih golongan IIIA memiliki kekayaan sekitar Rp 100 miliar. Padahal gajinya saat itu hanya Rp 12,1 juta per bulan. Atas temuan PPATK, Bareskrim Polri kemudian melakukan penyidikan pada Oktober 2009.

Selain Gayus, masih ada sejumlah kasus yang melibatkan pejabat Pajak. Salah satunya adalah Mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak Angin Prayitno yang juga diduga menerima suap dan gratifikasi mencapai Rp 50 miliar dari tiga perusahaan, yaitu PT Jhonlin Baratama, PT Gunung Madu Plantations, dan PT Bank Pan Indonesia (Panin).

KPK mengeluarkan surat penyidikan atas Angin Prayitno pada Februari 2021. Angin menjadi tersangka setelah dinyatakan terlibat tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji terkait dengan pemeriksaan perpajakan pada 2016-2017.

Selain itu, pada 2021 terdapat kasus korupsi pajak reklame yang menyeret mana mantan Kepala Bidang Pajak Reklame pada Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Ananda Faturrahman. Ananda ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas kasus tersebut. Dia diduga menerima suap dari pengusaha reklame untuk mengurangi pajak yang harus dibayarkan. 

Selanjutnya: Seruan anti bayar pajak semakin masif ...

Seruan anti bayar pajak kian masif setelah terungkap adanya klub motor gede atau moge Ditjen Pajak bernama Blasting Rijder. Hal ini bermula saat Dirjen Pajak, Suryo Utomo tertangkap kamera sedang mengendarai motor gede bersama komunitas yang berisi beberapa pegawai Ditjen Pajak. 

Gerah atas ramai isu yang berkembang, Sri Mulyani langsung membubarkan klub moge Blasting Rijder. Pada 26 Februari lalu, ia menyebutkan gaya hidup mewah atau kegemaran pamer harta berpotensi mencederai kepercayaan masyarakat kepada Ditjen Pajak.

Masyarakat Diminta Tetap Bayar Pajak

Di tengah suasana tak kondusif ini, Sri Mulyani tetap meminta agar masyarakat tetap membayar pajak dan melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahun pajak penghasilan. 

"Saya mengimbau masyarakat yang mungkin kecewa dan mungkin memiliki kemarahan terkait tingkah laku dari putra seseorang jajaran Kemenkeu tidak mempengaruhi komitmen bersama untuk membangun Indonesia," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers daring di Kantor Dirjen Pajak, Jakarta, Jumat 24 Februari 2023.

Dia mengaku akan terus memastikan seluruh pegawai di Kementerian Keuangan untuk menyerahkan LHKPN. Sri Mulyani berujar langkah tersebut telah ia lakukan sejak dirinya pulang ke Indonesia dan menjabat kembali sebagai Menteri Keuangan pada tahun 2016. Maka ia berharap publik maupun media massa bersabar menunggu data keseluruhan penyampaian laporan LHKPN Kemenkeu dan tidak menilai hanya dari satu sisi.

Sri Mulyani pun menekankan kementeriannya akan terus terbuka akan masukan dari seluruh lapisan mesyarakat. Ia berulang kali mengingatkan masyarakat pembayaran pajak merupakan kewajiban yang diatur Undang-undang.

Untuk meyakinkan masyarakat, Sri Mulyani kemudian membeberkan rencana belanja pemerintah yang berasal dari pajak yang terkumpul. Ia menyebut Rp 608,3 triliun uang pajak akan dialokasikan untuk sektor pendidikan di 2023, Rp 169 triliun untuk kesehatan, dan Rp 479 triliun untuk program-program bantuan sosial serta perlindungan sosial.

"Kami tetap berkomitmen untuk mengelola penerimaan negara dan membelanjakan sesuai Undang-Undang dengan integritas dan profesionalitas," ucapnya.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (Akses) Suroto menyoroti kasus ini lebih jauh. Suroto menilai kasus-kasus yang menyeret pejabat Ditjen Pajak semakin menunjukan pentingnya pemberlakuan pajak kekayaan bersih atau wealth tax.

Selanjutnya: Pajak kekayaan ini merupakan pajak atas ...

Pajak kekayaan ini merupakan pajak atas komponen harta pribadi dikurangi dengan utang. Pajak tersebut dikenakan atas kepemilikan aset pribadi yang mencakup uang tunai, deposito bank, real estat, aset dalam program asuransi dan pensiun, kepemilikan bisnis yang tidak berbadan hukum, sekuritas, dan lainnya.

Menurut Suroto, pajak kekayaan bersih sangat penting mengingat angka gini ratio di Indonesia saat ini menggambarkan ketimpangan yang sangat besar, mulai dari pendapatan hingga distribusi 0,77. Sementara, pada orang dewasa Indonesia, mayoritas atau 83 persen kekayaanya hanya di bawah Rp 150 juta, padahal rata-rata dunia berada di angka 58 persen.  

"Dari 4 keluarga kekayaanya sama dengan 100 juta rakyat Indonesia dari yang termiskin menurut Oxfarm, 2021," Suroto dalam keterangan tertulis pada Sabtu, 25 Februari 2023. 

Muncul Wacana Pajak Kekayaan 

Kesenjangan ekonomi di Indonesia, ujar Suroto, sudah dalam keadaan yang ekstrem dan sangat berbahaya bagi keberlangsungan bangsa dan negara. Ia berujar tuntutan agar diberlalukan pajak harta sangat masuk akal agar negara ini tidak dikuasai oleh segelintir oligarki dan segelintir elit kaya tidak lagi semena-mena.

Dia berujar, sumber kekuasaan kuno paling penting itu adalah dari penguasaan properti, kekayaan atau harta. Sehingga solusinya adalah dengan mengakhiri oligarki dan kesewenang-wenangan elit melalui pajak harta sekarang juga. 

Suroto juga menegaskan tarif pajak kekayaan ini harus bersifat progresif, sehingga semakin besar kekayaannya, akan semakin tinggi tarifnya. Tujuannya adalah untuk mengurangi konsentrasi kekayaan pada segelintir orang kaya.

Adapun pajak kekayaan bersih telah diterapkan di banyak negara. Suroto mencatat saat ini sudah ada 36 negara menerapkannya, seperti di Prancis, Jerman, Norwegia, Hungaria, Swiss, dan lain-lain. Padahal tingkat kesenjangan kekayaan di negara-negara tersebut, menurut Suroto sudah cukup rendah.

"Pajak harta harus segera diterapkan di Indonesia karena kekuasaan oligarki atau elit kaya saat ini sudah membahayakan bagi kepentingan demokrasi," tutur Suroto. 

RIANI SANUSI PUTRI | ANTARA 

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Riani Sanusi Putri

Lulusan Antropologi Sosial Universitas Indonesia. Menekuni isu-isu pangan, industri, lingkungan, dan energi di desk ekonomi bisnis Tempo. Menjadi fellow Pulitzer Center Reinforest Journalism Fund Southeast Asia sejak 2023.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus