Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Bubur Panas Perkara Setya

Pengusutan kasus "Papa Minta Saham" oleh Kejaksaan Agung belum banyak mengalami kemajuan. Masih berkutat mengumpulkan alat bukti.

21 Desember 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIGA penyelidik Kejaksaan Agung menyambangi executive boardroom Hotel Ritz-Carlton, lantai 21, Jakarta Selatan, Kamis pagi dua pekan lalu. Mereka datang untuk mengendus jejak pertemuan Setya Novanto—ketika itu Ketua Dewan Perwakilan Rakyat—dan pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid dengan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin pada 8 Juni lalu.

Upaya ini dilakukan Kejaksaan untuk mendukung penyelidikan kasus dugaan permufakatan jahat dalam upaya perpanjangan kontrak karya Freeport. "Ini usaha untuk meyakinkan kebenaran adanya dugaan korupsi," ujar Jaksa Agung Muhammad Prasetyo, Senin pekan lalu.

Selama sekitar empat jam di hotel itu, tiga jaksa berhasil mengumpulkan bukti pendukung adanya pertemuan tersebut. Selain meminta keterangan empat pegawai hotel, mereka mengamankan rekaman closed-circuit television (CCTV) yang mendokumentasikan pertemuan tersebut. Tim itu juga mengantongi bukti pemesanan kamar dan ruang rapat, termasuk pemesanan makanan dan minuman. Dari tanda bukti pemesanan, diketahui bahwa anggota staf Setya, Medina alias Dina, tercatat sebagai pemesan tempat itu. Sedangkan Riza tercatat sebagai pihak yang membayar tagihan. "Ini sudah terkonfirmasi. Kami punya buktinya," kata Prasetyo.

Pertemuan itu terungkap setelah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said melaporkan Setya ke Mahkamah Kehormatan Dewan pada 16 November lalu. Dalam laporannya, Sudirman menyebutkan Setya bersama pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid bertemu dengan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin untuk memuluskan perpanjangan kontrak karya Freeport. Setya juga dituduh mencatut nama Presiden Joko Widodo. Sudirman menyertakan pula rekaman percakapan ketiganya di Ritz-Carlton. Rabu pekan lalu, Mahkamah menutup kasus itu karena Setya mengajukan pengunduran diri pada detik-detik terakhir sidang putusan kasus etikanya tersebut.

Kejaksaan mulai mengusut kasus itu pada akhir November lalu. Langkah awal yang dilakukan, menurut seorang petinggi Kejaksaan, Prasetyo bersama Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Arminsyah menyambangi rumah dinas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said di Jalan Brawijaya Nomor 8, Kebayoran Baru, Jakarta, 30 November lalu. Keduanya datang untuk meminta rekaman percakapan Setya dan Riza dengan Maroef. "Rekaman itu lalu diputar di rumah Jaksa Agung," ujar seorang petinggi Kejaksaan.

Prasetyo membenarkan kabar bahwa ia sudah mendengarkan rekaman itu. Tapi dia tidak menjelaskan kapan dan di mana mendengarkan rekaman tersebut. "Itu petunjuk awal," katanya. Sedangkan menurut Sudirman, "Jaksa Agung tidak pernah ke rumah saya."

Setelah mendengarkan rekaman itu, Prasetyo memerintahkan Arminsyah meneliti dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan Setya. Tim satuan petugas berisi sepuluh penyidik yang dipimpin Arminsyah dibentuk untuk mengusut Setya. Jajaran penyidik Jaksa Agung Muda Intelijen juga dikerahkan untuk membantu kasus ini.

Dasar hukum yang dipakai untuk mengusut kasus ini adalah Pasal 15 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pasal-pasal itu mengatur perbuatan secara bersama-sama suatu percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan korupsi. "Saya tidak melihat masalah ini dari pencatutan nama, tapi dari sisi permufakatan jahat," ujar Prasetyo.

Satu hari berselang, Kejaksaan Agung memanggil Maroef dan menyedot data dari telepon selulernya yang dipakai untuk merekam pertemuan tersebut. Kejaksaan sudah memeriksa mantan Wakil Ketua Badan Intelijen Negara ini sedikitnya lima kali. Kejaksaan juga sudah memeriksa Sudirman setidaknya dua kali. "Diperdengarkan (rekaman) dan dicocokkan dengan apa yang saya ketahui," kata Sudirman.

Menurut Direktur Penyidikan Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Fadil Zumhana, Kejaksaan telah memeriksa sebelas saksi dalam kasus ini. Selain Sudirman dan Maroef, kata dia, saksi itu di antaranya Sekretaris Jenderal DPR Winantuningtyastiti Swasanani. Diperiksa Senin pekan lalu, Winantuningtyastiti dicecar 35 pertanyaan tentang wewenang, tugas, serta surat keputusan presiden mengenai pengangkatan Ketua DPR. "Bukan saya yang menilai boleh atau tidaknya. Saya hanya menyampaikan aturannya," ujarnya setelah diperiksa.

Deputi I Kantor Staf Presiden Darmawan Prasodjo alias Darmo, yang namanya juga disebut dalam rekaman, diperiksa pula oleh Kejaksaan. Menurut Fadil, Darmo ditanyai seputar Freeport dan mekanisme perpanjangan kontrak karya. Kejaksaan juga sudah memeriksa anggota staf Setya, Medina. Dari keterangan Dina ini, menurut Fadil, pihaknya mengantongi nama inisiator pertemuan itu. Dari bukti pemesan tempat, kata dia, Setya yang menjadi inisiator. "Bukan Pak Maroef, " ujarnya.

Kendati petunjuk peran Setya dalam kasus ini terang, Kejaksaan belum berencana memanggil Setya. Kejaksaan masih berkonsentrasi mengumpulkan fakta di luar keterangan keduanya. Menurut Prasetyo, mundurnya Setya dari posisi Ketua DPR juga membuat ada sedikit evaluasi kasus. Tapi dia memastikan posisi Setya sekarang tidak akan mempengaruhi pengusutan kasus ini. "Kami sedang minta keterangan yang lain dulu. Istilahnya, kalau makan bubur panas, jangan langsung yang tengah. Kan, panas banget. Kami lihat yang dingin-dingin dulu," kata Prasetyo.

Kejaksaan menyatakan sudah pernah memanggil Riza, tapi ia mangkir. Dari informasi Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, menurut Prasetyo, Kejaksaan mengantongi informasi bahwa Riza berada di Singapura. Namun tim intelijen Kejaksaan masih belum tahu lokasi persisnya. Jika Riza memenuhi panggilan, Prasetyo memberi sinyal, kasus ini bisa lebih cepat ke penyelidikan. "Kami berharap Pak Riza memenuhi panggilan, mematuhi hukum," ujarnya.

Langkah Kejaksaan ini mendapat perlawanan dari pihak Setya. Pengacara Setya, Razman Arief Nasution, mengancam akan melaporkan Prasetyo ke Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI. Dalihnya, Prasetyo dianggap memastikan Setya telah melakukan permufakatan jahat. Razman membantah tudingan bahwa kliennya bermufakat jahat. Dia justru menuding Sudirman dan Maroef bersekongkol menjebak Setya dengan merekam pembicaraan di Ritz-Carlton.

Setya sendiri membantah mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden ataupun bermufakat jahat. "Saya tidak pernah membawa-bawa nama Presiden ataupun Pak Wapres, karena yang saya lakukan adalah yang terbaik untuk kepentingan bangsa dan negara dan untuk kepentingan masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Papua," katanya.

Prasetyo tak ambil pusing terhadap ancaman yang dilayangkan kubu Setya, termasuk rencana pelaporan dirinya ke Badan Reserse Kriminal. "Silakan, silakan saja. Itu kan bentuk perlawanan balik dari koruptor."

Muhamad Rizki, Istman Musaharun, Linda Trianita, Dewi Suci, Avit Hidayat, Ali Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus