Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Bukan Janji Tinggal Janji

Setelah perdamaian diteken, kini tinggal menepati janji.

22 Agustus 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PULUHAN tahanan tiba-tiba mengamuk. Mereka memburu tiga orang berpakaian sipil yang sedang menggenggam pistol. Ketiganya lari sebisanya menuju pintu gerbang rumah tahanan Kota Jantho, Aceh Besar, Nanggroe Aceh Darussalam. Mereka kabur dengan mobil yang sudah menunggu di luar penjara. Lolos.

Jamal, narapidana Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang terlibat keributan itu, berkisah. Katanya, beberapa menit sebelumnya, satu dari ketiga orang itu memaksa dia berpose dengan latar belakang bendera GAM yang digambar di dinding kamar tahanan. ”Saya menolak dipotret,” kata Jamal. Dua orang lainnya, yang diyakini Jamal adalah intel polisi, tiba-tiba menodongkan pistol ke arahnya. Melihat peristiwa itu, napi GAM lainnya marah dan memburu ketiga pendatang itu.

Insiden itu terjadi beberapa jam setelah acara pemberian remisi kepada 37 orang narapidana anggota GAM pada hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia, Rabu pekan lalu. ”Mereka tidak menembak, hanya menodongkan pistol,” kata Bahtiar, kepala subpelayanan tahanan.

Peristiwa itu nyaris menodai kesepakatan damai antara pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka, yang diteken dua hari sebelumnya. Selain memberi diskon hukuman besar-besaran kepada napi GAM, pemerintah akan memberikan amnesti kepada 1.482 anggota GAM yang masih ditahan. Ampunan dari presiden itu diberikan seperti tercantum dalam perjanjian. Sesuai dengan kesepakatan, mereka akan dibebaskan paling telat 15 hari setelah perjanjian.

Selain membebaskan, pemerintah Indonesia akan membantu kelangsungan hidup gerilyawan Aceh Merdeka dan masyarakat yang terkena dampak akibat konflik bersenjata di Aceh. Untuk itu, disediakan dana reintegrasi. Duit itu akan dipakai untuk merehabilitasi harta benda publik dan perorangan yang hancur atau rusak akibat konflik. Pemerintah Indonesia juga akan mengalokasikan tanah pertanian dan dana yang memadai untuk mantan anggota pasukan GAM dan masyarakat sipil sebagai kompensasi. Bagi bekas anggota pasukan GAM, mereka akan memiliki hak memperoleh pekerjaan sebagai polisi dan tentara organik di Aceh, tanpa diskriminasi.

Para menteri kini mulai berhitung. Menteri Perumahan Rakyat, Muhammad Yusuf Ashari, memperkirakan dibutuhkan 12 ribu unit rumah untuk mengganti tempat tinggal yang rusak akibat konflik. Angka ini akan bertambah menjadi 22 ribu jika ditambah rumah untuk mantan anggota GAM. ”Itu di luar kerusakan akibat tsunami,” katanya.

Selain urusan rumah, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Alwi Shihab sudah mulai berhitung kebutuhan lain untuk mematuhi perjanjian. ”Saat ini (dana kompensasi) masih dibicarakan jumlahnya,” katanya. Pemerintah masih mengidentifikasi masalah-masalah lain yang akan dihadapi.

Seluruh kebutuhan uang itu tidak akan mengurangi dana Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh, yang dibentuk setelah bencana tsunami. Dana akan diambil dari daftar isian pelaksanaan anggaran (dipa) tahun ini. ”Program-program yang sudah disepakati dalam dipa dapat disesuaikan dengan tahapan-tahapan pengembalian, rehabilitasi, serta sosialisasi mantan anggota GAM,” kata Alwi saat rapat koordinasi menteri di Jakarta, Selasa pekan lalu. Tetapi Alwi meyakinkan bahwa pemerintah tidak akan kesulitan melaksanakan isi perjanjian itu.

Saat ini setiap departemen harus menyusun program kegiatan sebagai pelaksanaan perjanjian damai di Aceh. Mereka mendapat target merampungkan rencana program itu dalam pekan ini. Urusan pemerintahan, misalnya, kini menjadi perhatian Departemen Dalam Negeri. Pengaturan pemerintahan Aceh nantinya diatur dalam undang-undang baru mengenai penyelenggaraan pemerintahan wilayah setempat. ”Otomatis, dengan pemberlakuan undang-undang pemerintahan Aceh yang baru, undang-undang tentang otonomi khusus bagi Aceh dicabut,” kata Kepala Pusat Penerangan Departemen Dalam Negeri, Ujang Sudirman.

Pemerintah kabupaten di Aceh tak mau ketinggalan. Di Bireuen, lahan 1.000 hektare sudah disiapkan bagi bekas anggota GAM seminggu sebelum traktat damai diteken. Lahan itu hanya diberikan untuk anggota GAM dan keluarganya yang berlatar belakang petani. ”Kalau bukan petani, kami tidak akan memaksa mereka menjadi petani,” kata Bupati Bireuen, Mustafa A. Glanggang. Lokasi lahan itu berada di Kecamatan Jeunieb, yang selama ini dikenal sebagai salah satu daerah rawan konflik di Bireuen.

Hal serupa dilakukan pemerintah Kabupaten Aceh Utara. Pemerintah setempat tengah mempersiapkan lahan seluas sekitar 8.000 hektare bagi anggota GAM dan masyarakat. Lahan itu nantinya akan diisi separuh untuk bekas anggota GAM, dan sisanya bagi masyarakat. Menurut Bupati Aceh Utara, Tarmizi A. Karim, cara ini akan mempercepat pembauran anggota GAM dengan masyarakat. ”Lahan itu akan dikonversi menjadi kawasan terpadu,” kata Tarmizi.

Antusiaskah anggota GAM dengan kompensasi tanah ini? Tidak semuanya.

Aiyub Usman, anggota GAM yang baru dilepas setelah menjalani tahanan dua tahun penjara di Lhok Seumawe, mengaku belum berpikir soal jatah tanah atau kompensasi lainnya. Katanya, dia masih menunggu perintah atasannya di GAM. ”Bagaimana keputusan di sana, saya jalankan.”

Aiyub, yang dulunya bekerja sebagai tukang asah batu cincin, masih menunggu komitmen kedua pihak menepati isi perjanjian. Menurut dia, kebutuhan pertama setelah bebas bukanlah tanah atau pekerjaan. Masalah yang mereka hadapi selama ini adalah ketenangan. Selama ini, terutama saat darurat militer, penduduk takut pergi ke kebun. Mereka takut militer mencurigai mereka membantu GAM tanpa alasan jelas. ”Sekarang yang penting aman, tidak dicurigai dan ditangkap,” katanya.

Sejauh ini Indonesia dan GAM saling janji untuk tak lagi saling serang. Dalam traktat damai disebutkan GAM sepakat menyerahkan 840 buah senjata paling lambat pertengahan bulan depan. Penyerahan senjata itu akan dilaksanakan dalam empat tahap hingga akhir tahun ini. Di pihak lain, pemerintah Indonesia akan menarik semua elemen tentara dan polisi nonorganik dari Aceh. Penarikan ini akan dilaksanakan dalam empat tahap, sejalan dengan penyerahan senjata GAM.

Meski penyerahan senjata GAM baru akan dimulai bulan depan, dalam sepekan mendatang TNI sudah akan menarik dua batalion pasukan nonorganik. Menurut Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, penarikan sebagian pasukan itu untuk membangun kepercayaan pihak GAM. ”Harapan kami, GAM mempunyai itikad yang sama dan semakin banyak senjata GAM yang diserahkan,” kata Sutarto.

Namun, perjanjian damai itu tak kurang melahirkan sejumlah kritik. Beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat menilai juru runding dari pemerintah Indonesia mengambil langkah terburu-buru tanpa mengkonsultasikan isi perjanjian itu dengan anggota Dewan. Ketua DPR Agung Laksono mempertanyakan diberikannya izin pengibaran bendera dan himne bagi Aceh. Baginya, pemerintah harus menjelaskan masalah ini karena masih ada suara yang mengkhawatirkan substansi konsesi itu merupakan bentuk federalisme. ”Supaya tidak ada kesimpang-siuran,” ujarnya.

Ketua Fraksi PDI Perjuangan, Tjahjo Kumolo, mempertanyakan persoalan amnesti bagi tentara GAM yang dinilai tidak adil. ”Mantan tahanan politik Papua juga harus diperhatikan, harus adil pemerintah,” katanya. Partai ini bahkan akan menempuh jalur konstitusi di DPR untuk menolak isi Perjanjian Helsinki.

PDI Perjuangan juga akan meminta Mahkamah Konstitusi melakukan judicial review terhadap isi perjanjian tersebut. Menurut Sekjen PDI Perjuangan, Pramono Anung, mereka melihat dalam kesepakatan itu banyak hal yang menabrak UUD 1945. Misalnya soal produk legislasi yang pengesahannya hanya melalui DPRD Aceh. ”DPR RI jadi tidak punya wewenang. Padahal, dalam konstitusi, itu adalah wewenang DPR pusat,” tuturnya.

Menanggapi rencana tersebut, Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie menjawab pendek. ”Nanti, bila sudah ada undang-undangnya dan ternyata memiliki masalah, baru kami bisa menilai,” katanya. Saat ini kesepakatan itu memang baru dalam tahap nota kesepahaman atau memorandum of understanding.

Agung Rulianto, Imran M.A. (Lhok Seumawe)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus