Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Guru animasi dan matematika SMK Negeri 11 Semarang, Diyarko, punya cara tak biasa dalam mendidik siswanya agar mencintai dunia animasi dan mau tekun menguasai bidang itu. Sejumlah anak didiknya di kelas 1 (kelas X) sekolah itu diketahui sudah fasih membuat karya animasi dan berhasil ditarik magang di berbagai industri animasi tanah air.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Dalam pembelajaran yang saya lakukan, saya menerapkan sistem mentoring, menerjemahkan kurikulum dasar agar tidak melulu berorientasi materi ketrampilan, tapi olah laku untuk membangun empati siswa mencintai yang dia kerjakan," tutur Diyarko saat hadir di Festival Sekolah Menyenangkan yang digelar Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) di Yogyakarta, Senin 20 Desember 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Diyarko yang turut menerima penghargaan sebagai guru terbaik oleh Gerakan Sekolah Menyenangkan dalam festival itu mengatakan, dunia animasi yang diampunya berfokus pada pembuatan film. Menurutnya siswa tak cukup membuat karya animasi berkualitas hanya dengan mengandalkan penguasaan materi teknis.
Dia menegaskan kebutuhan budaya kerja yang baik. "Untuk membangun budaya kerja yang baik ini, saya coba berikan challenge pertama pada anak didik berupa bagaimana cara merapikan tempat tidur mereka sendiri di rumah secara baik," kata Diyarko.
Hal sederhana merapikan tempat tidur ini, kata Diyarko, berguna melatih kepekaan anak tentang hal terdekatnya. Adapun tantangan lain yang diberikan Diyarko ke anak didiknya, bagaimana mereka bangga dengan orang tuanya sendiri.
"Di dunia animasi, membangun cerita karya itu dimulai dari cerita diri sendiri. Dari situ imajinasi bisa dikembangkan," katanya sambil menambahkan, "Maka itu setiap anak saya wajibkan dulu menceritakan hal-hal yang mereka banggakan dari orang tuanya, untuk melatih mereka bangga dengan apa yang dimiliki dan dijalani."
Diyarko mengatakan dunia animasi juga perlu penguasaan skill misalnya penulisan script. Di sini kemampuan anak dalam menggunakan bahasa Indonesia dibutuhkan. Sehingga dalam pelatihan penulisan, setiap anak juga diwajibkan memahami benar ejaan yang disempurnakan dengan baik.
"Dalam kurikulum kita saat ini, membuat animasi itu baru bisa dilakukan anak saat kelas XI dan XII, tapi dengan metode yang saya berikan, sekarang anak kelas X sudah bisa membuatnya," kata Diyarko.
Diyarko menjelaskan, yang membuatnya senang, ketika olahrasa itu sudah dimiliki anak didik, mereka yang sudah berhasil membuat karya akan berkembang belajar berkolaborasi dan menjadi mentor bagi rekan-rekannya.
"Tugas guru di era sekarang sudah tidak lagi menasihati, tapi menjadi pemantik siswa agar belajar mengevaluasi karya yang dihasilkannya semakin bagus," kata Diyarko.
Ia mencontohkan, para siswa animasi didikannya ketika berhasil menyelesaikan satu karya, akan mengunggah karya itu di media sosial pribadi mereka untuk dinilai publik. Namun sebelum itu dilakukan Diyarko akan memberi satu kewajiban pada anak menganalisa, apa kelebihan dan kelemahan karya itu.
"Saat mereka berhasil menemukan kekurangan karya animasinya itu, mereka akan membenahibaru mengunggahnya di media sosial," katanya mengilustrasikannya dengan remidi pelajaran, "tapi remidi ini bukan setelah ulangan, tapi sebelum ulangan."
Diyarko mengatakan dengan model pembelajaran yang dilakukannya itu, sejumlah siswa didiknya meski masih kelas 1 atau kelas X sudah langsung diminta industri animasi tanah air untuk magang kerja.
"Ada yang magang di Studio Kumata Bandung yang membuat film Si Juki, ada pula yang magang sebagai ilustrator di berbagai tempat yang berfokus pada industri animasi di Semarang dan kota lain," kata Diyarko.
Peneliti pendidikan asal UGM Yogyakarta, Muhammad Nur Rizal, mengatakan telah selama tujuh tahun terakhir menginisiasi Gerakan Sekolah Menyenangkan. Dosen Teknik Elektro dan Informasi (TETI) ini bersama para relawan mengajak guru-guru mulai jenjang SD hingga SMA/SMK untuk mengubah pola pikir tentang dunia pendidikan.
"Strategi yang coba kami terapkan di gerakan ini mengajak guru tak hanya berfokus pada hard skill siswa, tapi memberi prioritas pada soft skill-nya untuk menemukan kompetensi masa depan siswa itu," kata Rizal.
Kompetensi masa depan, menurut Rizal, bukan lagi hard skill atau melulu materi akademik, tapi 90 persennya justru soft skill. Itupun terbagi lagi antara lain kemampuan problem solving, social skill, membuat keputusan, dan fleksibilitas atau kemampuan adaptasi.
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek, Wikan Sakarinto, mengatakan bahwa dalam prototipe kurikulum baru untuk SMK yang rencananya diterapkan pada 2022 juga akan memberi ruang bagi sekolah untuk soft skill siswa.
"Oleh sebab itu spektrum keahlian kurikulum SMK yang saat ini sangat padat, mencapai 146 spkektrum, itu kami padatkan hanya menjadi maksimal 50-an yang orientasinya kompetensi sesuai era digital," kata dia.