Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Keputusan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menetapkan pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) atau pajak hiburan menjadi 40 persen menuai penolakan dari berbagai pihak. Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi menjadi salah satu yang keberatan dengan naiknya pajak hiburan ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Prasetyo Edi meminta Pemprov DKI mempertimbangkan kembali dampak penetapan pajak hiburan. Sebab, ada kekhawatiran kebijakan ini justru membuat pengusaha gulung tikar, sehingga pendapatan asli daerah (PAD) merosot. “Kalau itu membuat pengusaha bangkrut, pendapatan kita dari mana? Ini harus dikaji ulang,” katanya dalam keterangan resmi, Rabu, 17 Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut dia, diperlukan solusi terbaik dalam mengatasi persoalan tersebut. Oleh karena itu, Pras sapaan akrab Prasetyo Edi akan meminta dinas terkait menjelaskan kembali langkah terbaik dalam mengantisipasi dampak lain dari kebijakan, seperti potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada para pekerja.
Politisi PDIP ini berkata jika banyak PHK yang terjadi sebagai dampak dari naiknya pajak hiburan, maka dipastikan angka pengangguran di Jakarta meningkat. “Saya akan bicara di dalam rapim (rapat pimpinan) dengan Bapenda," ujarnya.
Pras berkata apabila banyak PHK yang menyebabkan pertambahan pengangguran, maka hal ini menjadi kendala bagi Pemprov DKI dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. "Bijaklah pemerintah daerah memutuskan itu, dilihat dulu demografinya kayak apa. Kalau semua pengusaha dihajar 40 persen, ya bubar (bisnisnya). Pada tutup dan banyak PHK,” katanya.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta resmi menaikkan pajak hiburan untuk diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa menjadi 40 persen. Aturan ini termaktub dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang diteken Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono pada 5 Januari 2024.
Sementara itu, dalam aturan sebelumnya Perda DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2010 tentang Pajak Hiburan. Dalam atura itu, besaran tarif pajak diskotek, karaoke, kelab malam, pub, bar, live music, music dengan DJ dan sejenisnya hanya 25 persen. Tarif pajak panti pijat, mandi uap, dan spa hanya sebesar 35 persen.