Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TIGA pemilik warung makanan itu menjalani sidang di Pengadilan Negeri Banjarmasin pada awal bulan ini. Mereka, Yudha Setiawan, 49 tahun, Hayati (23), dan Natali (39), dicokok Polisi Pamong Praja karena berjualan di siang bolong. Menurut Astea Bidastari, hakim yang menyidangkan perkara mereka, ketiganya terbukti melanggar peraturan daerah Kota Banjarmasin tentang larangan kegiatan tempat hiburan dan rumah makan selama siang hari pada Ramadan.
Ketiganya didenda Rp 250 ribu atau kurung badan enam hari. Tak seperti dua lainnya, Hayati meminta "banding". Dia beralasan warungnya buka agak siang karena persiapan buka puasa. Pelanggannya juga nonmuslim. "Apakah dendanya bisa dikurangi, Bu Hakim," kata dia.
Operasi yustisi ini digelar selama sebulan dengan melibatkan tiga mobil patroli dan 30 petugas. Mereka berkeliling ke berbagai tempat, seperti pasar, toko, dan jalan utama, di Banjarmasin untuk mengawasi pelaksanaan peraturan ini. Selain peraturan perihal larangan kegiatan pada bulan puasa ini, Kota Madya Banjarmasin memiliki tiga peraturan daerah lain yang berbasis Islam, yakni peraturan mengenai kewajiban belajar membaca-menulis Al-ÂQuran bagi siswa sekolah dasar hingga menengah; pengelolaan zakat, infak, dan sedekah; serta penanganan minuman keras.
Aturan baca-tulis Al-Quran tidak hanya untuk siswa sekolah tapi juga bagi pasangan yang hendak menikah. Pasangan ini dites oleh petugas Kantor Urusan Agama. Jika mereka tak lolos, mereka diwajibkan menandatangani kesepakatan untuk belajar setelah menikah. "Aturannya memang tidak kaku," kata Ismail, Kepala Kantor Urusan Agama. Menurut dia, fleksibilitas penerapan aturan ini untuk menghinÂdari pasangan memilih jalur pernikahan di bawah tangan.
Adapun mengenai pengumpulan zakat, peraturan daerah mensyaratkan dibentuknya Badan Amil Zakat sejak tujuh tahun lalu. Lembaga ini hanya didukung tenaga temporer dengan anggaran Rp 25 juta setahun. Bisa jadi, lantaran minim pasukan dan anggaran itu, tahun lalu kota 1 juta jiwa itu baru terkumpul Rp 900 juta dari target Rp 500 miliar. Kesulitannya, menurut Murjani Sani, Ketua Badan Amil, yang juga Ketua Majelis Ulama Indonesia Cabang Banjarmasin, adalah minimnya sosialisasi.
Banyak orang kaya membayar sendiri zakatnya. Maka target Murjani pegawai negeri sipil. "Ini perlu arahan yang tegas dari pemimpin."
Selain zakat, larangan mengkonsumsi minuman keras juga mubazir. Di Bundaran Kamboja, Mansion House yang dijual per botol Rp 85 ribu banyak dijual. Padahal ini juga daerah langganan operasi polisi.
Menurut Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Kota Besar Banjarmasin Ajun Komisaris Andi Adnan, selama dua bulan terakhir, terjadi tujuh perkelahian kelompok atau individu yang dipicu minuman keras. Hukuman untuk mereka tiga bulan penjara atau hanya membayar denda Rp 50 juta. "Sanksinya terlalu ringan sehingga tidak ada efek jera."
Keluarnya peraturan daerah berbasis syariah Islam ini, ujar anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Dafik As’ad, digagas saat kursi wali kota diduduki Yudi Wahyuni. Yudi menjadi Wali Kota Banjarmasin diusung Partai Amanat Nasional dan Partai Keadilan Sejahtera.
Sejumlah kritik muncul dari masyarakat perihal munculnya peraturan ini. Muhammad Hasan, Ketua Pemuda Islam Kalimantan Selatan, misalnya, menunjuk pelaksanaan peraturan ini tidak luwes. Soal larangan warung buka siang hari, ujarnya, itu diperlukan, misalnya, untuk para pekerja buruh di pelabuhan "Mereka ini kan banting tulang untuk hidup keluarganya," katanya. Karena itu, ujarnya, pelaksanaan peraturan semacam ini tidak boleh kaku dan mesti ada pengecualian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo