Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Analis dari PT Mandiri Sekuritas, Bob Setiadi, mengatakan secara keseluruhan, badan usaha milik negara (BUMN) sektor konstruksi mendulang sukses tahun lalu. Empat BUMN yang juga merupakan perusahaan terbuka itu adalah PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA), PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT), PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) dan PT PP (Persero) Tbk (PTPP).
Empat perusahaan itu meraih nilai kontrak baru Rp 175 triliun tahun lalu atau melonjak sekitar 77 persen secara tahunan. Angka itu 2 persen lebih tinggi dari target keempat emiten. “Sedangkan Kementerian Pekerjaan Umum akan menandatangani proyek senilai Rp 33,7 triliun pada Januari 2017,” ujar Bob dalam hasil risetnya yang dipublikasi Selasa, 31 Januari 2017.
Baca: Proyek Tol Padang - Pekanbaru, Gubernur Sumbar Lakukan Ini
Menurut Bob, terlambatnya penandatanganan proyek kereta cepat (high speed railways/HRS) dan jalur lingkar dalam Jakarta Light Rail Transit (LRT) justru menambah proyek baru bagi Wijaya Karya pada 2016.
Proyek baru WIKA yang ditandatangani pada Desember 2016 dengan senilai Rp 39,8 triliun atau melonjak 95 persen secara tahunan dan 331 persen secara bulanan sangat terdukung dengan proyek kereta cepat dan lingkar dalam Jakarta LRT.
Adapun Waskita Karya menjadi pemimpin dengan nilai kontrak sepanjang 2016 sebesar Rp 71 triliun. Kemudian diikuti WIKA sebesar 54,8 triliun, PTPP sebesar Rp 32,6 triliun, serta Adhi Karya senilai Rp 16,4 triliun. “Pada 2016, ADHI kontraktor satu-satunya yang tidak berhasil mencapai target karena tertundanya penandatanganan jalan tol dan sistem pengairan,” ujar Bob.
Baca: PT Pembangunan Perumahan Raup Kontrak Baru Rp 4,3 Triliun
Bob memproyeksikan tahun ini empat BUMN kontraktor itu menargetkan kontrak baru sebesar Rp 200 triliun. Dari empat perusahaan, Adhi Karya menargetkan nilai tertinggi yakni Rp 44 triliun atau melonjak 167 persen dari tahun lalu. Dari angka itu, Rp 23 triliun disumbang oleh proyek LRT Jakarta Pusat.
Kemudian Waskita Karya menargetkan nilai kontrak baru sekitar Rp 75-80 triliun atau naik 6-13 persen, PTPP senilai Rp 37-40 triliun naik 13-23 persen, adapun WIKA justru hanya membidik Rp 43 triliun atau anjlok 21 persen dibandingkan tahun lalu.
“Kami menilai perlunya kontribusi yang lebih besar dari BUMN dan investor swasta, terutama setelah pertumbuhan anggaran belanja yang cenderung datar bagi Kementerian Pekerjaan Umum yakni hanya 4 persen dan Kementerian Perhubungan hanya naik 6 persen,” ungkap Bob.
Dia menjelaskan sepanjang 2017, Kementerian Pekerjaan Umum telah mengalokasikan anggaran belanja sebesar Rp 101,5 triliun. Dari angka itu, untuk Direktorat Jenderal Bina Marga yang mengurusi jalan dan jembatan mendapatkan alokasi terbesar yakni Rp 41,4 triliun.
Baca: 2017, Pembebasan Lahan Tol Andalkan Swasta Lagi
Kemudian diikuti anggaran untuk Direktorat Jenderal Sumber Daya Air yang menangani bendungan dan irigasi sebesar Rp 33,3 triliun serta Cipta Karya yang menangani perumahan dan rumah susun sebesar Rp 15,9 triliun.
Kementerian Pekerjaan Umum merencanakan untuk tender 10.403 paket pekerjaan senilai Rp 69,6 triliun pada 2017, angka itu justru turun dibandingkan 2016 dengan 12.179 paket senilai Rp75,1 triliun.
Menurut Bob, melanjutkan usaha tender lebih awal, Kementerian menargetkan untuk menandatangani proyek senilai Rp 33,7 triliun pada Januari 2017, yang termasuk dalam 497 paket multi-tahun senilai Rp 22,1 triliun. Berdasarkan perhitungan dari data lpseu.pu.go.id, ada 16.426 paket yang diberikan senilai Rp 16,4 triliun per 30 Januari 2017.
“Kami juga menambahkan bahwa bertambahnya dana untuk pembebasan lahan menjadi Rp 2,3 triliun tahun ini atau naik dibandingkan 2016 yang sebesar Rp1,4 triliun dengan mayoritas dana berasal dari Badan Layanan Umum Lembaga Manajemen Aset Negara (BLU LMAN),” katanya.
ABDUL MALIK
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini