Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Freeport Diberi Waktu 24 Bulan Bayarkan Denda Rp 460 Miliar

Kementerian LHK menyatakan Freeport harus membayar denda Rp 460 miliar.

20 Desember 2018 | 15.33 WIB

Renegosiasi Kontrak Freeport
Perbesar
Renegosiasi Kontrak Freeport

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bahar menyatakan Freeport harus membayar denda Rp 460 miliar untuk penggunaan hutan lindung seluas 4.535,93 hektare tanpa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan atau IPPKH. Izin itu diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Baca: Freeport Diduga Merusak Lingkungan Setara Rp 185 T, Rencana KLHK?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Menurut Siti, denda Rp 460 miliar itu harus dibayarkan oleh Freeport sesuai aturan Menteri Keuangan nomor 91 tahun 2009 pasal 3 ayat 6. Freeport diberi jangka waktu hingga 24 bulan untuk melunasi hal ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kendati belum dilunasi, Siti mengatakan izin pinjam pakai kawasan hutan bisa segera diterbitkan. "Tadi pagi jam satu malam saya masih ngobrol sama Gubernur (Lukas Enembe). Hari ini saya kira bisa diselesaikan IPPKH-nya," kata Siti, Rabu, 19 Desember 2018.

Pada Rabu, 19 Desember 2018, Badan Pemeriksa Keuangan mengumumkan hasil pemeriksaan penerapan kontrak karya PT Freeport Indonesia dari tahun 2013 hingga 2015. BPK menemukan sejumlah masalah lingkungan dalam kontrak karya Freeport tersebut.

Pertama, BPK mengumumkan adanya penggunaan kawasan hutan tanpa izin. Hal ini membuat Freeport diwajibkan membayar denda berupa Penerimaan Negara Bukan Pajak atau PNBP IPPKH beserta kewajiban total sebesar Rp 460 miliar.

"Begitu ini ditekan (Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar, maka akan langsung ini ditagih," kata Anggota IV Badan Pemeriksa Keuangan, Rizal Djalil, dalam konferensi pers di Kantor Pusat BPK, Jakarta, Rabu, 19 Desember 2018.

Rizal menyebut IPPKH ini menjadi bagian tak terpisahkan dari proses divestasi PT Freeport Indonesia oleh pemerintah Indonesia dan PT Indonesia Asahan Alumunium atau Inalum yang saat ini berlangsung. "Mereka menggunakan hutan lindung sekian tahun, nah sebenarnya itu ga boleh,. Tapi ada klausul, okelah, dia harus ada kewajibannya, tapi harus selesaikan dulu IPPKH," ujar Rizal.

Kedua, BPK juga menemukan pembuangan pasir sisa limbah alias tailing yang mengakibatkan kerusakan ekosistem. Untuk masalah ini, BPK menyebut Freeport sudah melakukan pembahasan bersama KLHK. "Freeport Indonesia telah membuat roadmap sebagai rencana aksi penyelesaian masalah tersebut dan membahasnya dengan KLHK," ujar Rizal.

Ketiga, BPK menemukan adanya permasalahan kekurangan Penerimaan Negara Bukan Pajak atau PNBP dan kelebihan pencairan jaminan reklamasi total sebesar US$ 1,6 juta atau sekitar Rp 23 miliar. Namun BPK memandang kekurangan PNBP sebesar Rp 23 miliar sudah diselesaikan oleh Freeport Indonesia sesuai peraturan yang berlaku.

Keempat, BPK melihat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah memperbaiki regulasi usaha jasa pertambangan untuk perusahaan asal Amerika Serikat tersebut. "Sehingga, potensi penyimpangan pada masa yang akan datang dapat dicegah dan tidak terjadi kembali," ujar Rizal.

Tak hanya temuan ini, BPK sebenarnya pernah juga melaporkan hasil audit atau pemeriksaan dengan tujuan tertentu terhadap penerapan kontrak karya Freeport Indonesia pada Maret 2018. Hasil audit yang dipublikasikan ini menunjukkan adanya kerusakan ekosistem akibat limbah PT Freeport Indonesia di Papua senilai Rp 185 triliun.

Namun, Rizal menyebut BPK masih akan memonitor tindakan dari Kementerian LHK terkait kerusakan Rp 185 triliun itu. "BPK akan memonitornya karena LHK adalah mitra BPK yang akan melakukan pemeriksaan," ujar Rizal.

Adapun Menteri Siti Nurbaya menyebut kajian atas kerusakan Rp 185 triliun ini belum akan dilakukan dalam waktu dekat. "Kami harus cek dulu semua tahapan ini," ujarnya.

Untuk urusan limbah tailing yang belum usai, Siti mengatakan rekomendasi yang akan dijalankan adalah dengan pembuatan peta jalan (roadmap) oleh Freeport sebagai rencana aksi penyelesaian permasalahan tersebut. Adapun bentuknya adalah penyusunan kajian yang saat ini sudah selesai.

Roadmap ini adalah bagian dari penyelesaian Freeport terhadap 48 sanksi administratif terkait pembuangan limbah dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Siti mengatakan masalah AMDAL/RKL-RPL, izin lingkungan, pencemaran air, pencemaran udara sudah diselesaikan Freeport. Namun sanksi terkait tujuh temuan pelanggaran pengelolaan limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun), tak bisa diselesaikan secara cepat.

"Tujuh macam masalah itu terkait dia tidak bisa lakukan, kecuali dalam satu rangkuman dengan roadmap," kata Siti.

Adapun pelaksanaan roadmap itu akan selesai secara bertahap dan paling lambat baru selesai kurang dari 5 tahun. "Roadmap pertama 2018 - 2024. Lalu roadmap berikutnya 2025-2030," kata Siti.

Juru bicara Freeport Indonesia, Riza Pratama mengatakan Freeport telah menerima laporan lengkap dari BPK ini, termasuk denda Rp 480 miliar yang harus mereka bayar. "Kami masih mempelajarinya laporan BPK tersebut," kata saat dihubungi.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan dengan terbitnya izin pinjam pakai hutan, maka divestasi PT Freeport oleh PT Indonesia Asahan Alumunium memasuki tahap akhir. Inalum tinggal melakukan transaksi dana sebesar US$ 3,85 miliar, yang mereka dapat dari obligasi global (global bond).

Baca: Didenda Rp 460 Miliar Akibat Pakai Hutan, Ini Komentar Freeport

Jonan mengatakan kewajiban smelter oleh Freeport dan perubahan dari Kontrak Karya ke Izin Usaha Penambangan Khusus (IUPK) juga sudah disepakati. Ia mengatakan untuk IUPK, telah disepakati perpanjangan operasi adalah tiap 2 x 10 tahun. "Lalu untuk pajak dan penerimaan negara, kemarn Bu Sri Mulyani sudah selesai paraf paraf. Kepmennya mestinya selesai hari ini dan besok paling lambat," kata Jonan.

Fajar Pebrianto

Meliput isu-isu hukum, korupsi, dan kriminal. Lulus dari Universitas Bakrie pada 2017. Sambil memimpin majalah kampus "Basmala", bergabung dengan Tempo sebagai wartawan magang pada 2015. Mengikuti Indo-Pacific Business Journalism and Training Forum 2019 di Thailand.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus