Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Sebutan Gus ternyata tidak hanya untuk keturunan kiai saja. pesantrengodigital.id menulis biasanya santri-santri yang memiliki ilmu dan pemahaman yang sangat baik mengenai agama Islam juga kerap dipanggil Gus.
Selain kepada putra kandung, Gus juga bisa disematkan kepada menantu laki-laki kiai, meskipun tidak memiliki garis keturunan kiai. Oleh sebab itu, terdapat tiga tingkatan Gus, yakni Gus Nasab, Gus Nasib, dan Gus Nusub.
Gus Nasab adalah seseorang yang memiliki garis keturunan langsung dari ayahnya yang merupakan seorang kiai. Gus Nasib adalah orang yang beruntung sebab memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai agama Islam.
Gus Nusub, seseorang yang berambisi besar, yang saking terobsesinya ingin menjadi Gus atau niatan lain, mereka sengaja nusub-nusub. Bisa juga mencari celah menikah dengan anak perempuan seorang kiai agar mendapatkan gelar Gus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Melansir dari laman nu.or.id, seorang Gus dapat diangkat menjadi jadi kiai, itulah sebabnya Gus juga disebut sebagai kiai muda. Pada tingkatan itu, seseorang Gus bisa menerimanya bisa juga tidak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kalau lebih suka dipanggil Gus, maka dia bisa tetap bergelar Gus daripada Kiai kendati sudah naik kedudukan menjadi kepala pesantren warisan ayahnya.
Mustofa Bisri atau kerap disapa Gus Mus, mengatakan sebutan Gus itu aslinya diperuntukkan bagi putra kiai yang belum pantas disebut kiai.
Tetapi ada juga seorang kiai yang tidak mau dipanggil kiai dan tetap menggunakan panggilan Gus, salah satu adalah K.H Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Kendati Gus Dur adalah seorang kiai, ia tetap saja dipanggil dengan Gus.
Ada cerita tentang panggilan Gus Dur dalam tulisan Yahya Cholil Staquf, Sedikit-sedikit Kyai, di teronggosong.id. Suatu ketika salah seorang pengasuh Ponsok Pesantren Lirboyo, Kediri, menanyakan langsung kepada Gus Dur tentang hal ini.
“Saya sih lebih senang dipanggil ‘Gus’! Sebutan ‘kiai’ terlalu berat buat saya. Kiai itu kan harus kuat tirakat: makan sedikit, tidur sedikit, ngomongnya juga sedikit… Nggak kuat saya…. Enakan jadi Gus saja: dikit-dikit makan, dikit-dikit tidur, dikit-dikit ngomong…” kata Gus Dur.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | pesantrengodigital.id | teronggosong.id | EK