Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Pemakzulan Jokowi. Mungkinkah Terjadi?

Seruan pemakzulan Jokowi kian bergaung. Kecil kemungkinan DPR akan membahas upaya impeachment.

21 Januari 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kelompok Petisi 100 mengajukan gagasan pemakzulan Jokowi.

  • Gerakan untuk menunjukkan pelanggaran-pelanggaran konstitusi oleh presiden.

SURAT bernomor 015/PDR/I/2024 dikirimkan kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Puan Maharani pada 13 Januari 2024. Pengirimnya adalah kelompok bernama Petisi 100 Penggerak Daulat Rakyat. Dalam surat itu, mereka meminta bertemu dengan pimpinan DPR untuk menyampaikan aspirasi. “Kami mendorong DPR membahas pemakzulan Jokowi,” kata anggota Badan Pekerja Petisi 100, Marwan Batubara, kepada Tempo, Kamis, 18 Januari 2024.

Sepekan belakangan Marwan gencar berbicara tentang pemakzulan Presiden Joko Widodo. Dasarnya adalah kekhawatiran soal kecurangan Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 dan keterlibatan Jokowi. Anggota dan simpatisan Petisi 100 juga bergerak menemui pimpinan dan fraksi-fraksi di DPR, Majelis Permusyawaratan Rakyat, hingga Dewan Perwakilan Daerah.

Manuver Petisi 100 sebenarnya dimulai pada Maret 2023. Anggotanya sejumlah tokoh yang kerap mengkritik kebijakan Jokowi. Mereka antara lain politikus Partai Ummat, Syukri Fadholi, dan mantan Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, Jenderal (Purnawirawan) Tyasno Sudarto. Namun DPR, MPR, ataupun pemerintah tak menggubris gerakan ini.

Gerakan ini kembali memanas sejak 9 Januari 2024, setelah mereka bertemu dengan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. Pertemuan itu diinisiasi salah satu simpatisan gerakan, Faizal Assegaf.

Pada Sabtu, 6 Januari 2024, Faizal menghubungi Mahfud lewat WhatsApp untuk mengapresiasi pembentukan satuan tugas pemantauan pelanggaran Pemilu 2024 oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan itu. Tanpa disangka, Mahfud kemudian menelepon Faizal. Keduanya pun sepakat bertemu. 

Faizal menyatakan akan mengajak sejumlah kawannya. “Mereka juga concern terhadap isu kecurangan pemilu,” ujar Faizal, 18 Januari 2024. Tanpa membuat surat, Faizal dan rombongan Petisi 100 bertemu dengan Mahfud tiga hari kemudian atau pada Selasa, 9 Januari 2024, di ruang rapat utama Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Jakarta Pusat. 

Dalam diskusi yang berlangsung sekitar dua jam itu, mereka menyampaikan berbagai laporan kecurangan pemilu, termasuk dugaan keterlibatan Presiden. Indikasi kecurangan dianggap menguat setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi yang membuka pintu bagi putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, untuk maju sebagai calon wakil presiden meski usianya belum memenuhi syarat.

Mahfud menyatakan tak banyak yang bisa dilakukan kementeriannya. Wewenang pengawasan dan penindakan pelanggaran pemilu ada di tangan Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, hingga Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. Begitu pula soal rencana pemakzulan presiden yang menjadi ranah partai politik dan DPR.

Tak menyatakan sikapnya soal pemakzulan Jokowi, Mahfud mempersilakan Petisi 100 mengajukan usulan tersebut ke parlemen. “Saya enggak bilang setuju atau tak setuju, tapi silakan minta ke DPR, bukan ke Kementerian Polhukam,” kata calon wakil presiden Ganjar Pranowo itu.

Faizal Assegaf mengatakan, seusai pertemuan itu, para pendukung gerakan pemakzulan makin aktif bergerilya menyuarakan dugaan kecurangan pemilu. “Harapannya, masyarakat makin sadar dan desakan ke DPR makin menguat,” tutur Faizal.

Pendukung pemakzulan Jokowi berbagi tugas mendekati tokoh yang dinilai bisa mendorong pembahasan impeachment. Menolak menyebut nama, Faizal mengklaim gerakan itu telah menemui sejumlah menteri. Belakangan, beredar kabar bahwa sejumlah menteri bakal mundur, seperti Menteri Keuangan Sri Mulyani serta Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basoeki Hadimoeljono.

Guru besar hukum tata negara dari Universitas Padjadjaran, Bandung, Susi Dwi Harijanti, menilai gejolak di lingkup internal pemerintah bisa menjadi faktor yang signifikan untuk melengserkan presiden. Berkaca pada pengunduran diri Presiden Soeharto pada 1998, Susi melihat salah satu faktor pentingnya adalah besarnya ketidakpercayaan tokoh publik kepada Soeharto.

“Selain desakan masyarakat yang besar, saat itu banyak tokoh yang menolak ditunjuk jadi menteri,” kata Susi, 19 Januari 2024.

Pemakzulan presiden diatur dalam Pasal 7A Undang-Undang Dasar 1945. Presiden atau wakil presiden dapat diberhentikan jika terbukti melanggar hukum, seperti berkhianat terhadap negara, melakukan korupsi, menyuap, melakukan tindak pidana berat lain, atau melakukan perbuatan tercela. Presiden dapat diberhentikan oleh MPR lewat usul DPR.

Sebelum mengajukan ke MPR, DPR harus meminta Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan pendapat mereka. Permintaan ke MK ini harus didukung minimal dua pertiga jumlah anggota DPR yang hadir saat sidang paripurna. Sidang itu sendiri harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua pertiga jumlah anggota Dewan.

Menurut Susi, persyaratan itu membuat upaya pemakzulan bakal menemui jalan buntu. “Konstelasi politik di DPR, partai pendukung pemerintah mendominasi. Rasanya berat untuk memakzulkan Presiden,” ujar Susi.

Sejumlah fraksi di DPR enggan secara terbuka mendukung pemakzulan di depan publik. Penasihat Fraksi Partai Demokrat sekaligus Wakil Ketua MPR, Sjarifuddin Hasan, menyebutkan DPR tetap terbuka untuk membahas impeachment. “Tapi sampai sekarang baru jadi isu publik, belum ada pembahasan,” kata Sjarifuddin, 18 Januari 2024.

Seorang pemimpin komisi DPR menyatakan isu pemakzulan tak akan dibahas dalam waktu dekat. Pimpinan DPR dan fraksi disebut-sebut bersepakat tak mengadakan rapat strategis menjelang hari pencoblosan 14 Februari 2024. Ketua Partai Persatuan Pembangunan Achmad Baidowi juga menyebutkan isu itu belum menjadi prioritas di DPR. “PPP sendiri berfokus di pemilu,” ucap Baidowi.

Kekhawatiran terhadap ketidaknetralan pemerintah dalam Pemilu 2024 juga datang dari Gerakan Nurani Bangsa. Sejak awal 2024, sejumlah tokoh, seperti istri mantan presiden Abdurrahman Wahid, Sinta Nuriyah; Uskup Agung Jakarta Ignatius Suharyo; dan eks Duta Besar Indonesia untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, Makarim Wibisono, ikut dalam gerakan itu. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wakil Presiden Maaruf Amin menerima perwakilan Gerakan Nurani Bangsa Alissa Wahid, di kantor Wakil Presiden, di Jakarta, 11 Januari 2024. Dok. Wapresri.go.id

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mereka menemui Wakil Presiden Ma'ruf Amin pada Kamis, 11 Januari 2024. Tiga hari kemudian, mereka bertemu dengan bekas presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Cikeas, Bogor, Jawa Barat. Dalam pertemuan itu, mereka menyuarakan keprihatinan terhadap kondisi demokrasi di Indonesia.

“Ini sebenarnya sikap akumulatif dari berbagai fenomena. Puncaknya putusan MK itu,” kata juru bicara Gerakan Nurani Bangsa, Lukman Hakim Saifuddin, 16 Januari 2024.

Bibit gerakan ini bermula dari Maklumat Juanda pada 17 Oktober 2023, yang mengkritik keras putusan Mahkamah Konstitusi tentang batas usia calon presiden dan calon wakil presiden. Sejumlah tokoh Maklumat Juanda, seperti Goenawan Mohamad dan Erry Riyana Hardjapamekas, lalu menyambangi rumah Sinta Nuriyah Wahid di Ciganjur, Jakarta Selatan, pada awal Desember 2023.

Putri sulung Sinta, Alissa Qotrunnada, mengusulkan pembentukan Gerakan Nurani Bangsa. Alissa mengajak sejumlah tokoh agama, seperti Ignatius Suharyo, Quraish Shihab, dan Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia Gomar Gultom.

Lukman Hakim menyebut langkah turun gunung para tokoh dan sesepuh bangsa ini sebagai bentuk gerakan moral dan etik. Tanpa menyinggung isu pemakzulan, mereka ingin menemui langsung Presiden Jokowi, KPU, Bawaslu, hingga Panglima TNI dan Kepala Kepolisian RI untuk memberi peringatan agar pemilu berjalan tanpa kecurangan. “Surat permintaan pertemuan tak dibalas,” ujar mantan Menteri Agama itu.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Ade Ridwan Yandwiputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Jalan Buntu Pemakzulan"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus