Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
NIAT mulia berbuah penjara, ini dialami Surono, 23 tahun, pemuda Desa Banyutowo di Pati, Jawa Tengah. Lulusan IKIP Semarang program D3 jurusan PMP itu ingin menghibur Bambang -- pengidap sakit ingatan karena gagal menjadi pegawai negeri. Tapi akibatnya, akhir September lalu, dia divonis Pengadilan Negeri Pati, empat bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun. Ceritanya bermula pada suatu hari Minggu pertengahan September silam. Surono mengajak Bambang ke rumahnya, lalu memberi makan. Sampai di situ urusan masih serba tenang. Juga ketika Surono memberi pakaian, yakni baju dan celana panjang warna biru berikut sepatu. Ini seragam Korps Pegawai RI (Korpri). Tapi keadaan mulai jadi lain tatkala turun di pekarangan, Surono membimbingnya untuk membacakan Sapta Prasetya pegawai negeri. Lebih runyam lagi, Surono membawanya dengan sepeda motor berkeliling desa hingga mengundang perhatian penduduk. Bambang sendiri tampak gembira sambil bergaya seperti umumnya pegawai negeri. Puluhan anak mengikuti Bambang dari belakang. Dan sesampai di depan Gereja Injil Tanah Jawa (GITJ), Bambang disuruh naik sepeda pinjaman. Nyaris tertabrak truk dia. Perbuatan Surono itu sampai ke telinga Suwarno, pamong desa setempat, yang segera mengadu kepada Kepala Desa Sukamto. Dan malam itu juga Pak Kades memanggil Surono. Cuma berbeda dengan umumnya kasus di desa, hasil pemeriksaan kali ini diteruskan ke Muspika Dukuhseti. Walhasil, Surono dibawa ke pengadilan. "Saya hanya ingin menolong Bambang, yang sakit gila. Kasihan dia," kata Surono di persidangan. "Tak ada maksud tertentu." Pakaian yang dikenakannya untuk Bambang itu, katanya, adalah pakaian bekas seragam ayahnya, pensiunan pegawai TPI Banyutowo. Sedangkan ia menyuruh Bambang mengucapkan Sapta Prasetya pegawai negeri, maksudnya hanya ingin menggoda Bambang. "Saya benar-benar menyesal," ujar Surono. Akibat sesal yang terlambat ini, kesembronoan Surono dinilai oleh Hakim S.P. Pany, S.H. sebagai tindak pidana, membantu orang lain yang sebenarnya tak berhak memakai seragam tersebut. Dan orang lain itu, gila lagi. "Orang gila, tanpa ada wewenang didandani dengan pakaian seragam Korpri, itu penghinaan terhadap Korpri," ujar Hakim Pany.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo