Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Hasil Penelitian, 7 Bahasa Daerah di Maluku Punah, 22 Terancam

Potensi punahnya bahasa daerah juga disebabkan adanya pergeseran nilai-nilai budaya di masyarakat.

29 Agustus 2017 | 23.01 WIB

Ilustrasi bahasa daerah. TEMPO/Imam Sukamto
Perbesar
Ilustrasi bahasa daerah. TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Ambon - Kantor Bahasa Provinsi Maluku mencatat dari 48 bahasa daerah  di provinsi tersebut, tujuh diantaranya sudah punah. Yaitu bahasa Kayeli, Palumata, Moksela, Hukumina  dari Kabupaten Buru, bahasa Piru dari Kabupaten Seram Bagian Barat, bahasa Loon atau Loun dari Seram Utara, Kabupaten Maluku Tengah serta bahasa daerah  di sekitar Pulau Ambon.

Dari Hasil penelitian yang dilakukan, punahnya bahasa-bahasa tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, seperti pada zaman  Belanda hingga masa kemerdekaan terjadi pelarangan penggunaan bahasa itu di lembaga pendidikan, rumah ibadah bahkan kantor-kantor Belanda. Kondisi tersebut berpengaruh sampai saat ini. Bencana alam yang menimpa permukiman warga sehingga berdampak pada perpindahan penduduk, penggunaan bahasa Melayu Ambon yang mengakibatkan peralihan bahasa.

Baca: Bahasa Daerah di Indonesia Terus Menyusut

Sedankan 22 bahasa daerah lainnya yang terancam punah terdapat di lima kabupaten. Yakni Kabupaten Buru sebanyak dua bahasa, Kabupaten Maluku Tengah sebanyak tujuh bahasa, Kabupaten Maluku Tenggara  satu bahasa, Kabupaten Seram Bagian Barat satu bahasa dan Kabupaten Seram Bagian Timur  enam bahasa.

“Dari hasil temuan di lapangan di desa-desa yang tersebar di Provinsi Maluku sudah tidak memakai bahasa daerah. Sehingga kami akan melaporkan kepada Gubernur, untuk mendorong pemerintah daerah segera membuat peraturan daerah (tentang penyelamatan bahasa)," kata Kepala Kantor Bahasa Maluku Asrif, Selasa, 28 Agustus 2017.

Simak: 10 Bahasa Daerah Punah, 700 Lainnya Terancam

Potensi punahnya bahasa daerah, menurut Asrif, juga disebabkan adanya pergeseran nilai-nilai budaya di masyarakat. Sering ada anggapan pemakaian bahasa daerah disebut-sebut kampungan, khususnya bagi generasi muda.

Untuk itu, pentingnya penanaman nilai-nilai budaya lewat bahasa lokal sebagai identitas yang harus dilestarikan. "Penting sekali penanaman nilai budaya pada generasi muda, lewat pendampingan atau edukasi. Sebab, mereka menggangap bahasa daerah itu kampungan,” ujarnya.

RERE KHAIRIYAH

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kukuh S. Wibowo

Kukuh S. Wibowo

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus