Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Jejak Panjang Makam Jawara Betawi di Tepi Jalan di Pisangan Lama

Makam tersebut berisi jasad seseorang belakangan diketahui dianggap sebaga Jawara Betawi bernama Mardjuki.

20 Juni 2020 | 19.39 WIB

Logo Te.co Blank
Perbesar
Logo Te.co Blank

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta -Belakangan dunia maya dikagetkan soal makam yang viral di media sosial yang berada di tepi jalanan umum RT 03/RW 04, Pisangan Lama, Kelurahan Pisangan Timur, Pulogadung, Jakarta Timur.

Ternyata diketahui kalau makam tersebut berisi jasad seseorang yang dianggap sebaga Jawara Betawi bernama Mardjuki.  

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Batu nisan makam tersebut masih terpasang dengan nama Mardjuki yang terpahat dengan jelas.

Sementara di sampingnya terdapat kuburan dengan nama Nasyir tertera di Batu nisannya. Nasyir diketahui sebagai kolega dari Mardjuki.  Tidak jauh dari dua makam itu terdapat satu makam lainnya tanpa batu nisan. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Beberapa warga sekitar, termasuk keturunan langsung dari Mardjuki, telah angkat bicara kepada media massa terkait keberadaan makam tersebut. Salah satunya adalah Safitriani, 36 tahun, yang merupakan cicit dari almarhum.  "Kata nenek saya, beliau sebutan zaman dulu jagoan Betawi. Ya jawara," kata dia pada Rabu, 17 Juni 2020. 

Warga melintas di dekat makam yang berada di jalan umum kawasan Pisangan Lama, Jakarta Timur, Selasa 16 Juni 2020. Warga setempat menyebutkan makam keluarga itu ada sejak 1940. (ANTARA/HO-Kelurahan Pisangan Timur) 

Fitri mengatakan kini neneknya, putri dari Mardjuki, yang bernama Hj Muhana masih hidup dan tinggal di daerah Pisangan Lama. Menurut dia, keberadaan makam di tepi jalan itu akibat alih fungsi lahan. Fitri menyebut kalau dahulunya kawasan itu merupakan tanah kosong yang diwakafkan untuk pemakaman warga. 

Seiring waktu, padatnya penduduk di lingkungan setempat mengakibatkan area pemakaman warga beralih fungsi menjadi kawasan padat hunian. Sebagian rumah penduduk, kata Fitri, berdiri di atas kuburan, meskipun sebagian jasad telah direlokasi pihak keluarga. 

Ketua RT setempat, Basyir, membenarkan bahwa Mardjuki adalah tokoh masyarakat setempat yang dimakamkan sekitar tahun 1940. Ia juga menyebut kalau tidak ada warganya yang terganggu dengan keberadaan makam di tepi jalan tersebut. “Kecuali pendatang mungkin agak kaget lihatnya,” ujar dia. 

Lurah Pisangan Timur, M. Iqbal, berencana merelokasi tiga makam itu, namun, terkendala restu dari keluarga dan ahli waris. Menurut dia, pihak kelurahan telah menawarkan pemindahan makam kepada keluarga Mardjuki. “Cuma keluarga tetap keukeuh (ngotot) tidak mau," kata dia pada Jumat, 19 Juni 2020. 

 

Menurut Iqbal, rencana itu ditawarkan dalam musyawarah kelurahan bersama salah satu keluarga inti dari Mardjuki pada Kamis, 18 Juni 2020. Meski begitu, keluarga mengklaim jika tanah dan bangunan yang berada di RT 03/RW 04 Pisangan Lama itu milik keluarga mereka yang dibangun dari tanah wakaf.

Musababnya, kata Iqbal, tanah wakaf tidak bisa dijadikan dasar resmi kepemilikan tanah lantaran pihak keluarga Mardjuki tak mengurus surat kepemilikan. Musyawarah pun berakhir tanpa kesepakatan terkait relokasi makam.

Berdasarkan hasil penelusuran kelurahan, mayoritas bangunan rumah tinggal di RT 03 RW 04 Pisangan Lama, Kelurahan Pisangan Timur itu dihuni keluarga keturunan almarhum.

"Kebanyakan penghuni rumah di sana masih keluarga mereka dan akhirnya mereka mau pasang pagar. Jadi yang dua makam itu diketahui keluarganya, yang pisah sendiri itu tidak diketahui," ujar Iqbal.

Warga melintas di dekat makam yang berada di jalan umum kawasan Pisangan Lama, Jakarta Timur, Selasa 16 Juni 2020. Warga setempat menyebutkan makam keluarga itu ada sejak 1940. (ANTARA/HO-Kelurahan Pisangan Timur) 

Rencana pemindahan makam itu bahkan sempat membuat keluarga ahli waris silang pendapat. Musayawarah internal keluarga yang diadakan di kediaman putri Mardjuki di Pisangan Lama dihadiri sekitar 12 saudara keturunan, mulai dari anak kandung, cucu, hingga cicit. Salah satu cucu almarhum, Nakib, 59 tahun, sempat berbeda pendapat dengan sepupunya, Nurdjanah, 65 tahun. 

Nakib setuju dengan rencana pemerintah setempat untuk merelokasi makam kakeknya itu. Ia beralasan, posisi makam Mardjuki saat ini sudah tidak wajar karena berada di pinggir lintasan jalan umum yang banyak dilalui warga. Namun, Nurdjanah tidak rela bila pihak keluarga yang harus mengajukan permintaan relokasi makam ke pemerintah.  

Ia menyebut kalau lokasi makam kakeknya berada di tanah wakaf, bukan milik pemerintah. Nurdjanah mengatakan kalau perwakilan Suku Dinas Binamarga Jakarta Timur sempat mendatangi keluarga dan meminta mereka mengajukan surat permohonan agar makam direlokasi. Cucu keempat almarhum Mardjuki itu merupakan sosok yang rutin merawat makam.

"Ini persoalan etika. Itu bukan tanah milik pemerintah, kenapa harus kita yang minta dipindah. Lebih baik saya perbaiki aja makamnya, dikasih pagar di sekeliling makam. Sampai kiamat gak bakal saya pindah kalau begitu caranya," kata dia.

Proses musyawarah keluarga yang berlangsung sekitar satu jam itu berujung pada kesepakatan bahwa keluarga bersedia merelokasi makam namun dengan sejumlah persyaratan. Syarat pertama adalah mereka tak ingin ada surat permintaan dari keluarga, tetapi surat kesepakatan bersama dengan pemerintah. 

Syarat selanjutnya, mereka ingin jenazah dipindahkan ke Tempat Pemakaman Umum (TPU) Kemiri, Utan Kayu, Jakarata Timur yang menjadi area pemakaman keluarga dan dibebaskan dari biaya sewa di sana serta pemindahan jenazah. Terakhir, mereka meminta seluruh keturunan almarhum Mardjuki dihadirkan saat pemindahan jenazah. “Jadi pas prosesi pemindahannya harus dihadiri semua keluarga," kata Nurdjanah. 

Kepala Satuan Pelaksana Bina Marga Kecamatan Pulogadung, Wawan M, mengatakan proses relokasi makam akan melibatkan Suku Dinas Pertamanan dan Pemakaman Jakarta Timur. Namun, hingga saat ini belum ada kesepakatan antara pemerintah dengan pihak keluarga Almarhum Mardjuki terkait penetapan waktu relokasi makam. 

ADAM PRIREZA | TEMPO.CO

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus