Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Mereka yakin ruang terbuka akan memperkecil risiko penularan wabah.
Pemilik resto dan kafe mengubah penataan tempat duduk agar dapat menerapkan protokol kesehatan.
Epidemiolog mengatakan risiko penyebaran virus corona memang lebih tinggi di ruangan tertutup.
JAKARTA – Kafe yang mengusung konsep outdoor (luar ruangan) ini berada tidak jauh dari Pintu 5 Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta. Namanya Kedai Inn. Terasa teduh pada siang hari karena di sekitarnya tumbuh pohon-pohon besar nan rimbun. Pengunjung Kedai Inn sebagian besar merupakan masyarakat yang datang ke GBK untuk berolahraga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saya ke sini bisa beberapa kali dalam sepekan,” kata Rasyid Muhammad, 31 tahun, seorang karyawan swasta yang tinggal di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan. Menurut Rasyid, selama masa pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19), ia memiliki banyak waktu luang karena bisa bekerja dari rumah atau work from home (WFH). “Jadi, saya ke sini untuk WFH atau mampir setelah joging.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Restoran dan kafe yang mengusung konsep outdoor memang semakin diminati masyarakat pada masa pandemi. Mereka yakin ruang terbuka akan memperkecil risiko penularan wabah. "Ruang terbuka otomatis sirkulasi udara juga lebih bagus kan dibanding kafe tertutup," kata Rasyid.
Pengelola Kedai Inn tampaknya memperhatikan aturan protokol kesehatan. Hal ini terlihat dari pengaturan meja dan kursi yang ditata berjarak untuk menerapkan social distancing. Di setiap meja juga hanya ditempatkan dua kursi agar tidak ada kerumunan.
Halim Wijaya, warga Depok, memiliki alasan serupa ketika memilih kafe atau restoran untuk tempat kongko bersama keluarga atau teman. “Aspek kesehatan menjadi alasan utama,” katanya. Bahkan, selain berada di tempat terbuka, ia berharap tempat itu jauh dari hiruk-pikuk kota. Tidak mengherankan jika Halim lebih sering berkunjung ke kafe-kafe yang berada di kawasan Bogor. "Meski jauh, tempat terbuka seperti ini paling aman untuk kesehatan kita. Sebisa mungkin kami menghindari ruangan tertutup (untuk bertemu)."
Salah satu kafe yang kerap didatangi Halim adalah Elji Cafe yang berada area Lingkung Gunung Adventure di Pancawati, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor. Lokasinya sekitar 25 kilometer dari Kota Bogor dan agak jauh dari jalan raya. Menurut Halim, di tempat ini, ia bisa mendapat udara sejuk dan pemandangan alam. Harga kuliner yang ditawarkan juga relatif lebih murah dibanding kafe-kafe di pusat kota.
Irfan Fauzi Arif, pengelola Lingkung Gunung Adventure, mengatakan bisnis yang dirintis di tempat itu awalnya adalah wisata adventure, seperti outbound, camping, dan mendaki gunung. “Namun belakangan kafe outdoor justru banyak diminati, maka kami kembangkan Elji Cafe," katanya.
Elji Cafe Adventure di Kaki Gunung Pangrango, Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, 24 Januari 2021. TEMPO/M.A MURTADHO
Rumah Makan Ayam Bakar Pak Atok, yang berada di Ciawi, Kabupaten Bogor, juga mulai menerapkan konsep outdoor setelah pandemi muncul. Tujuannya untuk memberi kenyamanan kepada para pelanggan. "Karena kami sudah memiliki banyak pelanggan,” kata Maysari, pemilik rumah makan tersebut.
Menurut Maysari, konsep serupa juga diterapkan di restoran mereka yang berada di Cicurug, sekitar 11 kilometer dari Ciawi. Bahkan, untuk di cabang di Sukabumi, RM Ayam Atok menempatkan ruang makan di atas pohon, menggunakan kontainer yang terbuka.
Ayam Bakar Pak Atok didirikan oleh orang tua Maysari pada 1989. Sekarang restoran ini memiliki cabang di tujuh lokasi di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi.
Ketika pandemi muncul pada Maret tahun lalu, kata Maysari, jumlah pembeli memang menurun. Apalagi pemerintah menerapkan pembatasan ketat untuk menghindari penularan wabah. “Tapi kami tetap melayani order by online,” katanya. Belakangan, untuk menyesuaikan dengan protokol kesehatan, penataan restoran pun dirancang secara outdoor. "Ini kan rumah makan keluarga, jadi kami harus memperhatikan aspek kesehatan dan keamanan keluarga para konsumen kami."
Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Pandu Riono, mengatakan risiko penyebaran virus corona memang lebih tinggi di ruangan tertutup. Apalagi jika ruangan tersebut memiliki sirkulasi yang buruk. Tak hanya rumah atau perkantoran, restoran di dalam bilik tertutup pun memiliki risiko yang sama.
"Kalau droplets itu bisa langsung jatuh ke lantai, dan ini yang dikhawatirkan akan meningkatkan risiko penularan,” kata Pandu. “Dan itu dimungkinkan kalau di dalam ruangan yang sirkulasi atau ventilasinya buruk.”
Sedangkan di ruang terbuka, kata Pandu, potensi penularan lebih kecil karena sirkulasi udara lebih baik. Namun dia mewanti-wanti agar masyarakat tetap memperhatikan protokol kesehatan, seperti memakai masker, menjaga jarak, dan rajin mencuci tangan.
INGE KLARA | M.A MURTADHO (Bogor)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo