Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta Isnawa Adji mengungkapkan jika kebakaran di Museum Nasional terjadi pada Sabtu kemarin, 16 September 2023 sekitar pukul 19.58 WIB. Lantas, kenapa Museum Nasional ini disebut juga sebagai Museum Gajah?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Terjadi ledakan yang cukup besar dari arah bedeng proyek yang sedang mengerjakan renovasi di Museum Nasional," kata Isnawa dalam keterangan tertulisnya pada Ahad, 17 September 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dia melanjutkan penyebab kebakaran di gedung seluas 400 meter persegi itu diduga karena korsleting listrik.
"Korsleting listrik di belakang luar pameran museum diduga dari area bedeng tukang yang sedang melaksanakan perbaikan gedung Blok C," jelas Isnawa, seperti dikutip dari Tempo, Ahad, 17 September 2023.
Hingga kemarin malam, BPBD DKI Jakarta belum memperoleh informasi adanya korban jiwa atau luka yang terdampak kebakaran di museum ini. "Nihil," ujar Isnawa. Api berhasil dipadamkan sekitar 2 jam kemudian.
Kini pengelola Museum Nasional memprioritaskan untuk melindungi artefak berharga dan benda-benda sejarah yang ada di dalam museum.
"Kami akan bekerja sama dengan pihak berwenang untuk memastikan bahwa investigasi berjalan dengan transparan," demikian pernyataan resmi Museum Nasional yang diterima di Jakarta, Sabtu malam, 16 September 2023.
Di sisi lain, kenapa Museum Nasional ini dikenal pula dengan sebutan Museum Gajah? Berikut penjelasannya:
Sejarah Museum Nasional
Dilansir dari laman resmi Museum Nasional, keberadaan museum ini dikatakan tak lepas dari revolusi intelektual (the Age of Enlightenment) yang terjadi pada masa itu di Eropa.
Orang-orang Eropa, terutama Belanda, saat itu mulai mengembangkan pemikiran-pemikiran ilmiah dan ilmu pengetahuan. Mereka pun mendirikan berdiri De Hollandsche Maatschappij der Wetenschappen (Perkumpulan Ilmiah Belanda) di Haarlem, Belanda, pada 1752.
Hal tersebut mendorong orang-orang Belanda di Batavia (Indonesia) untuk mendirikan organisasi sejenis. Pemerintah Belanda lantas mendirikan suatu himpunan yang bernama Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BG) pada 24 April 1778.
Selanjutnya: Adapun tujuan didirikannya lembaga…
Adapun tujuan didirikannya lembaga independen ini untuk memajukan penelitian dalam bidang seni dan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang-bidang ilmu biologi, fisika, arkeologi, kesusastraan, etnologi dan sejarah.
Lembaga ini mempunyai semboyan “Ten Nutte van het Algemeen” (Untuk Kepentingan Masyarakat Umum).
Salah seorang pendiri lembaga ini, yaitu JCM Radermacher, menyumbangkan sebuah rumah miliknya di Jalan Kalibesar, suatu kawasan perdagangan di Jakarta-Kota.
Selain itu, ia juga menyumbangkan sejumlah koleksi benda budaya dan buku yang amat berguna, sumbangan Radermacher inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya museum dan perpustakaan.
Selama masa pemerintahan Inggris di Jawa (1811-1816), Letnan Gubernur Sir Thomas Stamford Raffles diangkat menjadi Direktur perkumpulan ini.
Oleh karena rumah di Kalibesar sudah penuh dengan koleksi, Raffles memerintahkan pembangunan gedung baru untuk digunakan sebagai museum dan ruang pertemuan untuk Literary Society. Dulu disebut gedung Societeit de Harmonie.
Bangunan ini berlokasi di jalan Majapahit nomor 3. Sekarang di tempat ini berdiri kompleks gedung sekretariat Negara, dekat Istana Kepresidenan.
Pindah lokasi
Jumlah koleksi milik BG terus neningkat hingga museum di Jalan Majapahit tidak dapat lagi menampung koleksinya. Pada 1862, pemerintah Hindia-Belanda memutuskan untuk membangun sebuah gedung museum baru di lokasi yang sekarang, yaitu Jalan Medan Merdeka Barat No. 12, Jakarta Pusat. Dulu wilayah ini disebut Koningsplein West.
Tanahnya meliputi area yang kemudian di atasnya dibangun gedung Rechst Hogeschool atau “Sekolah Tinggi Hukum” (pernah dipakai untuk markas Kenpetai di masa pendudukan Jepang, dan sekarang Departemen Pertahanan dan Keamanan). Gedung museum ini baru dibuka untuk umum pada 1868.
Selanjutnya: Disebut Museum Gajah
Disebut Museum Gajah
Museum ini sangat dikenal di kalangan masyarakat Indonesia, khususnya penduduk Jakarta. Mereka menyebutnya Gedung Gajah atau Museum Gajah karena di halaman depan museum terdapat sebuah patung gajah perunggu hadiah dari Raja Chulalongkorn (Rama V) dari Thailand yang pernah berkunjung ke museum pada 1871.
Kadang kala disebut juga “Gedung Arca” karena di dalam gedung memang banyak tersimpan berbagai jenis dan bentuk arca yang berasal dari berbagai periode.
Pada 1923, perkumpulan ini memperoleh gelar “koninklijk” karena jasanya dalam bidang ilmiah dan proyek pemerintah sehingga lengkapnya menjadi Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen.
Pada 26 Januari 1950, Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen diubah namanya menjadi Lembaga Kebudayaan Indonesia.
Perubahan ini disesuaikan dengan kondisi waktu itu, sebagaimana tercermin dalam semboyan barunya: “memajukan ilmu-ilmu kebudayaan yang berfaedah untuk meningkatkan pengetahuan tentang kepulauan Indonesia dan negeri-negeri sekitarnya”.
Mengingat pentingnya museum ini bagi bangsa Indonesia maka pada 17 September 1962 Lembaga Kebudayaan Indonesia menyerahkan pengelolaan museum kepada pemerintah Indonesia, yang kemudian menjadi Museum Pusat.
Akhirnya, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, No.092/ 0/1979 tertanggal 28 Mei 1979, Museum Pusat ditingkatkan statusnya menjadi Museum Nasional.
Kini, Museum Nasional bernaung di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Museum Nasional mempunai visi yang mengacu kepada visi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yaitu “Terwujudnya Museum Nasional sebagai pusat informasi budaya dan pariwisata yang mampu mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan peradaban dan kebanggaan terhadap kebudayaan national, serta memperkokoh persatuan dan persahabatan antar bangsa”.
Pilihan Editor: Pelarangan Ibadah di Depok, Warga Cinere Geruduk Kapel
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.