Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lawatan ke Israel itu dilakukan bekas Gubernur Arkansas dan kandidat presiden Mike Hucka-bee di tengah situasi genting di Mesir, pekan lalu. Dia bertemu dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan sejumlah pejabat Israel yang menyaksikan perkembangan di Mesir dengan perasaan gamang. ”Mereka percaya, bila terjadi sesuatu terhadap Mubarak, mereka akan benar-benar sendirian di Timur Tengah,” ujarnya kepada kontributor FOX News, Greta van Susteren.
Kekhawatiran Israel berpangkal kepada Ikhwanul Muslimin. Kelompok Islam radikal ini telah lama mengalami penindasan sejak masa Presiden Anwar Sadat sampai Husni Mubarak. Namun jaringan organisasi mereka terbukti senantiasa kuat. Kedekatan dengan rakyat Mesir pun terjaga berkat kerja sosial yang mereka lakukan saat terjadi bencana alam. Di era Mesir yang demokratis, Ikhwanul Muslimin dikhawatirkan akan meraih kekuasaan lewat pemilihan umum.
Netanyahu terang-terangan mengatakan, bila kelompok Islam radikal berkuasa, perjanjian perdamaian yang telah disepakati Israel-Mesir pada 1979 akan terancam. Revolusi Islam seperti pernah terjadi di Iran dikhawatirkan akan terulang. ”Di tengah kekacauan, sebuah kelompok Islam terorganisasi dapat mengambil alih negara. Hal itu pernah terjadi di Iran dan juga di tempat lain,” kata Netanyahu, Senin pekan lalu.
Israel bahkan meminta pemerintah Barat menyelamatkan rezim Husni Mubarak. Kekhawatiran Netanyahu dapat dimaklumi. Mesir selama ini merupakan sekutu setia Israel. Pemerintah Mubarak menjamin pasokan gas dari Mesir ke Israel.
Rezim Mubarak pula yang selama ini membentengi Israel dan Amerika Serikat dari kelompok radikal yang didukung Iran di Timur Tengah. Mubarak gigih dan aktif menentang Hisbullah di Libanon dan Hamas di Jalur Gaza.
Berkuasanya Ikhwanul Muslimin, menurut Netanyahu, akan mengacaukan hubungan Israel-Mesir yang telah dibangun selama tiga dekade ini. ”Tidak semua yang dilakukan Mubarak benar. Tapi dia melakukan satu hal yang membuat kami semua berutang budi, yaitu perdamaian di Timur Tengah,” kata Presiden Israel, Shimon Peres.
Dalam pertemuan dengan Kanselir Jerman Angela Merkel pekan lalu, Peres mengatakan pemilihan umum demokratis yang akan diselenggarakan pada September nanti sangat berpeluang mendorong naiknya kelompok Islam yang merupakan sahabat Hamas. ”Dunia sebaiknya belajar dari apa yang terjadi di Gaza. Ketika pemilihan demokratis terjadi, demokrasi yang diberikan Hamas justru tak ada nilainya,” Peres menambahkan.
Suara cemas juga datang dari Amerika Serikat. Menteri Luar Negeri Hillary Clinton tidak senang bila kelompok Islam menggantikan rezim Mubarak. Berkuasanya kelompok Islam, menurut dia, akan mengubah peta hubungan antara Mesir dan Palestina. ”Kami tidak ingin ideologi radikal mengambil alih negara yang sangat besar dan memiliki peran penting di wilayah Timur Tengah itu,” kata Clinton.
Peneliti di Hebrew University of Jerusalem, Shlomo Avineri, mengatakan Israel dan Mesir merupakan dua negara yang memiliki kesamaan kepentingan. Gejolak yang saat ini terjadi di Mesir, menurut dia, akan menyisakan dua kemungkinan. Pertama, kekuasaan Mesir akan dipegang oleh militer, baik dengan pengaruh Mubarak maupun tidak. Kedua, Mesir akan berakhir pada pemerintahan kelompok Islam atau nasionalis pendukung gagasan Gamal Abdul Nasser.
Kekhawatiran menangnya kelompok Islam dalam pemilu mendatang membuat Israel lebih suka jika militer yang menguasai tampuk kekuasaan di Kairo. Mantan penasihat Netanyahu, Zalman Shoval, tidak percaya jika rezim Mubarak akan runtuh begitu saja seperti yang terjadi di Tunisia. ”Pilar utama kekuatan di Mesir adalah tentara, dan saya yakin tentara setia kepada rezim. Saya tidak melihat apa yang terjadi di Mesir mirip dengan Tunisia,” katanya.
Suryani Ika Sari (FOX News, AP, Reuters, The Telegraph, Haaretz.com, Washington Post, Time, JTA)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo