Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Pemerintah menawari korban kebakaran di Cipinang Besar Selatan, Jakarta Timur, untuk pindah ke Rumah Susun Jatinegara Kaum. Sebab, sebagian besar bangunan yang terbakar berdiri di bantaran Kali Cipinang dan tidak memiliki dokumen kepemilikan. "Tidak semua, karena sebagian ada yang memiliki surat dan itu sedang kami data," kata Lurah Cipinang Besar Selatan, Farida, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Farida, tawaran ini menjadi solusi bagi korban kebakaran untuk mendapatkan tempat tinggal karena pemerintah tidak mungkin memberikan izin untuk mendirikan bangunan di lahan ilegal. "Semua dikembalikan lagi ke warga. Jika mau tinggal di rumah susun, maka kami akan bantu," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kebakaran hebat terjadi di RT 10 RW 7 Cipinang Besar Selatan pada Sabtu lalu. Sebanyak 48 keluarga kehilangan tempat tinggal. Mereka saat ini mengungsi dalam tenda darurat di lingkungan Sekolah Dasar Negeri Cipinang Besar Selatan 03.
Farida mengatakan, dari 48 keluarga, 17 di antaranya telah mengajukan diri untuk tinggal di rumah susun. Mereka menerima tawaran pemerintah karena tidak memiliki pilihan lain. "Jadi tidak ada lagi tempat mereka tinggal, selain di pengungsian," ujarnya.
Pihak kelurahan, kata Farida, segera berkoordinasi dengan Dinas Perumahan agar pengungsi yang sudah mendaftar bisa segera masuk ke rumah susun Jatinegara Kaum. "Keputusannya ada di Dinas Perumahan. Kami hanya mengusulkan," katanya.
Farida menambahkan, sekolah yang ditempati pengungsi hanya bisa digunakan hingga 12 Juli mendatang. Sebab, kegiatan belajar di sekolah itu akan dimulai pada 14 Juli. Pemerintah tengah mencari lokasi alternatif untuk para pengungsi. Salah satunya lapangan futsal di dekat sekretariat RW 7 Cipinang Besar Selatan. "Yang tersedia hanya lokasi itu," ujar Farida.
Seorang korban bernama Lismawati, 49 tahun, mengatakan rumahnya ludes dilahap api. Ia tidak memiliki tempat tinggal selain di pengungsian. Karena itu, dia berharap pemerintah memberi bantuan untuk membangun rumahnya kembali. "Seenak-enaknya tinggal di pengungsian, lebih enak tinggal di rumah sendiri," katanya.
Menurut Lismawati, seluruh harta bendanya ludes dalam kebakaran itu. Beruntung ia masih bisa menyelamatkan surat-surat berharga, termasuk surat tanah.
Syarifudin, korban kebakaran lainnya, memilih untuk menerima tawaran tinggal di rusun Jatinegara Kaum. "Rumah saya ludes. Mau bangun lagi tidak punya uang," katanya. Dia berharap mendapat kemudahan untuk pindah ke rumah susun. "Kalau bisa digratiskan dulu enam bulan."
Sedangkan Juminah, 48 tahun, menolak tawaran tinggal di rumah susun karena alasan kesehatan. "Pemerintah menawarkan tinggal di lantai empat," katanya. "Bagi saya yang sudah tua, sulit untuk naik-turun. Kalau di lantai dua, saya mau."
Jumainah berharap pemerintah memberikan bantuan untuk membangun kembali rumahnya yang telah ditempati selama 25 tahun. "Saya lebih memilih ngontrak daripada tinggal di rusun," ujarnya.
Kuraisin, 36 tahun, sependapat dengan Juminah. Dia menolak tinggal di rumah susun karena alasan kesehatan. "Saya tidak bisa terima karena ada riwayat penyakit jantung," ujarnya.
Kuraisin mengatakan, berdasarkan diagnosis dokter, ia sudah mengalami pembengkakan jantung. Karena itu, ia mudah lelah apalagi harus naik-turun tangga di lantai empat. "Saya memilih tinggal di kontrakan," kata perempuan itu. IMAM HAMDI | INGE KLARA SAFITRI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo