Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
NAMA museum itu, ya, seperti itu: Museum Percaya atau Tidak. Anak-anak, sih, lebih suka menyebutnya dalam bahasa Inggris, supaya keren: "belipit ornot" (maksudnya believe it or not). Letaknya di Desa Kwarasan, Sukoharjo, Jawa Tengah. Dari luar mirip gedung biasa saja. Namun, begitu dilongok ke dalam, baru ada yang istimewa. Sejumlah kandang yang berisi hewan. Semuanya langka. Sejak diresmikan bulan lalu oleh Bupati Sukoharjo, museum itu ramai dikunjungi orang. Sehari ada seribu kepala orang (lengkap dengan badan dan anggota tubuh yang lain, jadi tidak terpotong tujuh atau lima) yang datang. Mereka itu tak cuma penduduk Sukoharjo, tapi juga dari Solo dan Karanganyar. Juga pengunjung dari Yogya, setidak-tidaknya Slamet Subagyo dari TEMPO yang mengirim laporan ini. Harga karcis murah, hanya Rp 200. Isinya apa? Ada kambing hermaprodit alias berkelamin ganda. Ada sapi berkaki lima. Ada peranakan babi dengan celeng. Lalu ada kerbau berkaki delapan. Juga ada semut, tapi besarnya segede ibu jari. Pokoknya ada 100 jenis binatang aneh-aneh. Ada yang sudah mati, jadi yang dipamerkan yang sudah diawetkan. Tapi banyak yang masih hidup. Koleksi itu dikumpulkan oleh Ir. Subiyanto Sutopo, pemilik museum swasta ini. Kapan persisnya mulai mengoleksi, ia sudah lupa. Percaya atau tidak, terserahlah. Biasanya, kata Subiyanto, bila ia mendengar di suatu tempat ada hewan istimewa, semangatnya kontan menggebu. Kalau hewan itu tak boleh diminta, ia tidak segan-segan merogoh koceknya. Binatang-binatang itu juga punya sejarah asal-usul. Beruk asal hutan pedalaman Kalimantan, umpamanya, konon pernah memperkosa seorang wanita. Kerbau berkaki delapan berasal dari Aceh yang lahir tahun 1953. "Saya sendiri tidak tahu kenapa binatang-binatang itu sampai ke tangan saya," kata Subiyanto, lulusan Institute of Technology Detroit ini. Kenapa nama museumnya aneh begitu? "Kalau diberi nama 'aneh tapi nyata' dan ternyata sudah ada orang lain yang punya, kan tidak aneh, walau nyata, ujar Subiyanto. Dengan nama yang sekarang, percaya ya monggo, tidak percaya ya sudah". Untuk merawat museum, biayanya tidak murah. Dan Subiyanto sudah siap merugi. "Pemasukan dari karcis tidak seberapa. Saya tetap nombok," katanya. Toh bapak dua anak ini mengaku puas. Sebab, sejak semula tujuan mendirikan museum memang bukan komersial. Bagi warga Sukoharjo, nama Subiyanto Sutopo memang kondang. Selain memiliki sekolah berkuda "Contempo", ia dikenal sebagai tokoh penyayang binatang. Semingu sebelum peresmian museum itu, ia membuka kebun binatang di atas lahan seluas satu hektar. Koleksi yang ada di sini juga tergolong langka. Misalnya berbagai jenis tupai dengan warna bermacam-macam. Lalu ada juga bebek albino. Itu sebabnya, karena sudah ada kebun binatang? maka museum yang berisi binatang itu tidak disebut sebagai kebun. Silakan percaya saja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo