Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Pelecehan Seksual, Bagaimana Gaung Kampanye #MeToo di Cina

#MeToo ada supaya para perempuan yang menjadi korban pelecehan seksual berani menceritakan pengalaman pahitnya.

27 Januari 2018 | 14.47 WIB

Ilustrasi Pelecehan Seksual. sfgate.com
Perbesar
Ilustrasi Pelecehan Seksual. sfgate.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah negara sudah tak asing lagi dengan kampanye #MeToo yang bermula dari Amerika Serikat. Adalah Tarana Burke, seorang aktivis sosial yang pertama kali menggunakan tanda pagar atau tagar #MeToo supaya para perempuan yang menjadi korban pelecehan seksual berani menceritakan pengalaman pahitnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kampanye #MeToo kian populer setelah aktris Alyssa Milano memberikan pengakuan yang menghebohkan publik. Alyssa Milano menggunakan tagar tersebut untuk mengungkapkan pelecehan seksual yang dilakukan produser film Harvey Weinstein pada Oktober 2017. Sekarang tagar ini digunakan oleh masyarakat luas yang menceritakan pengalaman masing-masing. Lantas bagaimana dengan para perempuan di Cina?

Seorang aktivis perempuan di Guangzhou, Zhang Leilei mengatakan gerakan anti-pelecehan seksual juga sudah menggeliat di Negeri Tirai Bambu. Seperti diketahui, Pemerintah Cina sangat protektif terhadap penduduknya dengan membatasi akses Internet dan informasi dari luar. "Ada banyak petisi supaya masyarakat dan pemerintah memperhatikan isu ini, tapi terbentur budaya yang didominasi laki-laki dan pemerintah," ujarnya.

#MeToo. cbc.ca

Mengutip Seattle Times, pemerintah Cinta telah memasang sensor yang menghalangi penggunaan ungkapan “anti-pelecehan seksual” di media sosial dan menghapus petisi online yang meminta agar pemerintah memberikan perlindungan kepada perempuan. Banyak juga aktivis yang mendorong supaya lebih banyak pejabat perempuan di jajaran pemerintahan. Namun pertentangan keras terjadi karena pemerintah menganggap mereka yang menggiring isu perlindungan terhadap perempuan sebagai penghianat atau antek asing.

Zhang Leilei mengatakan, sebagian besar wanita di Cina yang menjadi korban pelecehan dan diskriminasi di tempat kerja tak bisa berbuat apa-apa. "Landasan hukum atau undang-undang yang melindungi perempuan dari pelecehan juga kurang jelas," ujarnya.

ASTARI PINASTHIKA SAROSA

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus