Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Saefullah, mengatakan pemerintah bakal mengatur lagi regulasi pemanfaatan ondel-ondel sebagai ikon budaya Betawi. Melalui Peraturan Daerah yang baru pemerintah berencana mengatur ondel-ondel yang dimanfaatkan untuk mengamen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Kalau digunakan untuk mengamen itu kan mengganggu ketertiban umum. Nanti konkretnya akan kami kaji ulang," kata Saefullah di Balai Kota DKI, Selasa, 11 Februari 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dinas Kebudayaan DKI Jakarta mendorong revisi peraturan daerah tentang pelestarian budaya Betawi. Kepala Dinas Kebudayaan DKI, Iwan Henry Wardhana, mengatakan salah satu poin yang akan dikaji dalam revisi Perda nomor 4 tahun 2015 itu adalah pengatur ondel-ondel yang menjadi ikon budaya Betawi.
"Kami mempunyai kewajiban untuk melindungi dan melestarikan budaya Betawi, termasuk ondel-ondel yang menjadi ikon, tapi kini menjadi alat untuk mengamen," kata Iwan saat dihubungi, Rabu, 5 Februari 2020.
Menurut Saefullah, pembahasan Perda Pelestarian Budaya Betawi yang akan direvisi bakal membahas langkah pemerintah dalam melestarikan ondel-ondel sebagai ikon budaya Betawi. Kehadiran ondel-ondel, kata dia, harus diatur di tempat-tempat yang tepat dan tidak mengganggu ketertiban, seperti digunakan untuk mengamen di jalan. "Diatur kehadirannya di tempat yang elegan dan khidmat," ujarnya.
Ketua Penelitian dan Pengembangan Lembaga Kebudayaan Betawi, Yahya Andi Saputra, mengatakan mengamen ondel-ondel telah menjadi fenomena urban dan dimanfaatkan menjadi bisnis segelintir orang. "Yang sekarang terlihat ondel-ondel dimanfaatkan untuk mencari duit tanpa menghiraukan pakem atau tata cara ngemen," ucapnya.
Menurut dia, ondel-ondel telah lama dijadikan sarana untuk ngamen. Hal itu merupakan cara kesenian tradisional untuk mempertahankan diri dan mengungkap identitasnya. Ondel-ondel, kata Yahya, telah dijadikan sarana ngamen sejak jaman kolonial Belanda sekitar tahun 1920.
Namun, saat itu, pemerintah Batavia mengatur tata tertib ondel-ondel yang dibuat ngamen. Mereka pun dilokalisasi di sejumlah kawasan di Jakarta seperti Stasiun Beos Jakarta Kota, Jatinegara, Senen dan dekat pasar tradisional.
"Jam mereka mengamen juga diatur dan dilarang keras mengamen di dekat tempat ibadah," ujarnya. "Pengamen harus menjunjung tinggi martabat kesenian. Tidak seperti sekarang yang terlihat asal dan tidak menghargai kesenian."
Melihat fenomena pengamen ondel-ondel yang sekarang, Andi menyarankan pemerintah mengatur ulang mereka agar tidak turun ke jalan. "Pemerintah tidak perlu melarang ondel-ondel untuk ngamen, tapi tempat dan regulasinya saja diatur."
IMAM HAMDI