Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - AR, 40 tahun, pegawai honorer Kelurahan Kampung Melayu Barat, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang mengaku bekerja sendiri dalam meretas aplikasi PeduliLindungi. "Sendiri aja bobolnya," ujarnya kepada awak media di Polres Bandara Soekarno-Hatta, Jumat, 25 Februari 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
AR mengaku belajar membobol aplikasi PeduliLindungi berdasarkan pencarian dari internet.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Belajar aja dari internet, browsing-browsing bisa gitu (bobol PeduliLindungi)," kata AR.
AR membantah jika dia petugas klinik kesehatan. Ia juga mengaku bertindak sendiri untuk masuk ke dalam sistem aplikasi PeduliLindungi dengan cara belajar dari internet. "Lihat di internet, ada cara masuknya. Bukan petugas klinik, gak dibantu orang," ujarnya
Hal ini dilakukannya untuk melancarkan aksi pemalsuan surat keterangan antigen dan PCR di Bandara Soekarno-Hatta bersama tiga tersangka lainnya. AR dalam komplotan ini berperan membuat surat keterangan antigen dan PCR palsu melalui handphonenya.
Kapolres Bandara Soekarno-Hatta Komisaris Besar Sigit Dany Setiyono menduga AR petugas klinik di Bandara Soekarno-Hatta yang punya akses ke Pedulilindungi. "Akan terus kami dalami apakah terjadi ilegal akses dan tentunya ini masukan juga untuk sistem PeduliLindungi untuk terus meningkatkan pengamanan data internal," ujarnya Jumat, 25 Februari 2022.
Tersangka AR, kata Sigit, bisa meretas aplikasi PeduliLindungi. "Setelah bisa membobol aplikasi, AR langsung mencetak hasil negatif Covid-19 untuk penumpang," kata dia. Menurut Sigit, AR hanya butuh NIK dari pelanggannya.
Polisi masih mendalami bagaimana cara surat keterangan antigen dan PCR palsu yang dilakukan sejumlah oknum petugas di Bandara Soekarno-Hatta bisa terkoneksi dengan aplikasi PeduliLindungi.
AR, satu dari empat tersangka yang ditangkap. Warga kecamatan Teluknaga Kabupaten Tangerang ini berkomplot dengan tersangka MSF, S yaitu petugas Avsec, dan HF dalam memalsukan surat keterangan antigen dan PCR palsu. Mereka telah melakukan aksi ini sejak November 2022 hingga Februari 2022.
Sigit mengatakan selama lima bulan beraksi mereka telah menerbitkan 300 surat palsu. "Dengan harga Rp 200 ribu-Rp 300 ribu per surat, para tersangka telah mengeruk kentungan Rp 60 juta dari kegiatan ilegal ini," kata Sigit.
Dalam bekerja ke empat tersangka punya perannya masing-masing. Ada yang mencari calon pelanggan, menghubungkan ke tersangka tiga, dan tersangka ketiga menghubungkan ke tersangka empat lalu membuat surat antigen palsu.
Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Bandara Soekarno-Hatta Komisaris Besar Rezha Rahandhi menjelaskan, kasus ini terungkap pada Rabu, 23 Februari 2022 setelah adanya laporan dari masyarakat tentang adanya jasa pembuatan surat antigen ataupun PCR tanpa dilakukan pemeriksaan secara klinis terlebih dahulu. "Kemudian pelapor mencurigai salah satu orang security Avsec yang sedang bertransaksi dengan salah satu calon penumpang untuk dibuatkan surat antigen," kata Rezha.
Selanjutnya, pelapor menemui security Avsec dan calon penumpang tersebut dan benar saja bahwa petugas tersebut telah membuat surat antigen palsu untuk digunakan sebagai syarat penerbangan dengan cara membayar sebesar Rp 200.000 tanpa dilakukan pemeriksaan secara klinis terlebih dahulu. "Atas kejadian tersebut pelapor melaporkan ke Polres Kota Bandara Soekarno Hatta guna penyelidikan lebih lanjut," kata Rezha.
JONIANSYAH HARDJONO