Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Pengakuan Teroris Tobat: Saya Dicekik, Ditendang!

Kurnia menuturkan bahwa sikap masyarakatlah yang memicunya untuk bertobat. Sekarang mengurus para korban teroris.

4 April 2018 | 07.00 WIB

Mantan anggota Kelompok Teroris Cibiru Bandung, Kurnia Widodo, bersaksi dalam sidang lanjutan terdakwa Bom Sarinah Thamrin, Aman Abdurrahman alias Oman Rochman di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 3 April 2018. Tempo/Fajar Pebrianto
Perbesar
Mantan anggota Kelompok Teroris Cibiru Bandung, Kurnia Widodo, bersaksi dalam sidang lanjutan terdakwa Bom Sarinah Thamrin, Aman Abdurrahman alias Oman Rochman di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 3 April 2018. Tempo/Fajar Pebrianto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Kurnia Widodo alias Bobi, yang pernah bergabung dalam kelompok teroris Cibiru, Bandung, hadir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa, 3 April 2018. Dia datang sebagai saksi sidang terdakwa Bom Sarinah Thamrin dan Bom Kampung Melayu, Aman Abdurrahman alias Oman Rochman.

Dalam persidangan, Kurnia tak hanya bersaksi soal sepak terjang Oman. Dia juga menceritakan kisah pertobatannya dari dunia hitam terorisme. "Saya berubah dari pemahaman lama saya sejak mendekam di lapas, walaupun akhirnya dikucilkan dari kelompok," katanya.

Kelompok Cibiru terbukti memiliki keterkaitan dengan pelatihan militer Jamaah Anshorut Tauhid (JAT), yang dipimpin Abu Bakar Ba'asyir, di Aceh. Pertengahan Juni 2011 Pengadilan Negeri Jakarta Barat menjatuhi vonis 6 tahun penjara bagi pria kelahiran Medan, Sumatera Utara, tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

BacaTeroris Bom Sarinah Tunjuk Jaksa Wanita, Lalu Bilang Begini

Akhir 2014, Kurnia bebas bersyarat. Setelah bebas, menurut dia, banyak anggota kelompok yang tidak menyukai dia tobat jadi teroris. "Saya mendapat kekerasan fisik, leher dicekik, saya ditendang!"

Kurnia lantas menceritakan pertemuan pertamanya dengan Aman pada 2006 di Lapas Sukamiskin, Jawa Barat. Saat itu, Aman dipenjara karena kepemilikan bom Cimanggis, Kota Depok. Kurnia dan beberapa rekan lain pun masih kerap menyambangi Aman.

Bagi Aman, dia melanjutkan, demokrasi beserta setiap orang yang melaksanakannya adalah produk kafir. Setiap orang yang mencoblos dari pemilihan umum juga dianggap kafir, walau salat dan naik haji. "Jadi yang tidak sealiran, halal diperangi," ujar Kurnia. 

Akhirnya, Kurnia sadar dan berubah. Ketua Majelis Hakim Akhmad Jaini bertanya, "Apa yang membuat Anda berubah?"

Kurnia menuturkan bahwa sikap masyarakatlah yang memicunya untuk bertobat. "Saya mikir, masyarakat tetap panggil saya ustad (walau sudah dipenjara), mereka juga tanya persoalan keluarga mereka ke kami," kata pria yang mengenakan baju koko putih dan peci hitam itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia berhenti sejenak, lalu melanjutkannya. "Dengan sikap (masyarakat) begitu, nggak masuk logika juga kalau mereka dikafirkan," tutur Kurnia.

Hampir empat tahun sudah ia menghirup udara bebas. Kini, Kurnia mengatakan dirinya aktif di sebuah lembaga swadaya masyarakat yang khusus pemulihan para korban insiden bom akibat teroris atau tindakan terorisme di berbagai tempat.

Fajar Pebrianto

Meliput isu-isu hukum, korupsi, dan kriminal. Lulus dari Universitas Bakrie pada 2017. Sambil memimpin majalah kampus "Basmala", bergabung dengan Tempo sebagai wartawan magang pada 2015. Mengikuti Indo-Pacific Business Journalism and Training Forum 2019 di Thailand.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus