Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur menilai Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) lemah dalam mengawasi kawasan TNK sehingga berbagai kasus terjadi di daerah itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kasus pencurian bayi Komodo adalah salah satu kasus yang membuktikan bahwa BTNK lemah dalam pengawasan di kawasan TNK," kata Karo Humas Pemprov NTT Marius A Jelamu kepada wartawan di Kupang, Kamis, 28 Maret 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Polda Jatim menangkap pelaku penyelundupan satwa dilindungi, termasuk 41 bayi komodo.
Menurut Marius, pembongkaran kasus pencurian bayi Komodo yang berasal dari kawasan Taman Nasional Komodo untuk diperdagangkan ke luar negeri, adalah salah satu buktinya.
Menurut dia, sudah banyak kasus yang berkaitan dengan eksploitasi di kawasan TN Komodo, seperti perburuan rusa, pemboman ikan, eksploitasi untuk kepentingan syuting, serta yang terakhir adalah pencurian 41 ekor bayi Komodo.
Pemprov NTT sendiri kata Marius bertanya-tanya sejauh mana pihak BTNK melibatkan masyarakat di kawasan TNK untuk ikut terlibat dalam menjaga kawasan itu.
"Memang Taman Nasional Komodo itu sangat luas, yakni mencapai puluhan ribu hektare namun tetap dengan kontrol pengawasan yang baik tentu kawasan luas itu tidak bisa dipakai untuk berbagai tindakan kejahatan," tambah dia.
Seharusnya, kata dia, tugas dan wewenang yang sudah diberikan UU itu dijalankan dengan baik dan benar sehingga kejadian seperti yang sudah terjadi tidak terulang lagi.
Pihaknya juga meminta agar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan secepatnya memberikan TNK untuk dikelola secara penuh Pemprov NTT sehingga berbagai kasus yang sudah terjadi tidak lagi terjadi.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membantah enam bayi komodo yang akan diselundupkan itu berasal dari Taman Nasional Komodo.
Menurut KLHK, enam bayi komodo itu berasal dari Flores Timur.