Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Pria Ini Kumpulkan 33 Ribu Data Artefak Budaya Nusantara

Peneliti dan penggagas Gerakan Sejuta Budaya, Hokky Situngkir, sudah mengumpulkan lebih dari 33.000 data artefak budaya Nusantara.

18 Agustus 2015 | 11.31 WIB

Pengunjung memperhatikan artefak dalam pameran Buddha Carika di Museum Nasional, Jakarta, 12 Mei 2015. Tema Buddha Carika dalam arti harafiah berarti Dalam Jejak Langkah Buddha Shakyamuni berfokus pada kehidupan, ajaran, peristiwa-peristiwa dan pengembara
Perbesar
Pengunjung memperhatikan artefak dalam pameran Buddha Carika di Museum Nasional, Jakarta, 12 Mei 2015. Tema Buddha Carika dalam arti harafiah berarti Dalam Jejak Langkah Buddha Shakyamuni berfokus pada kehidupan, ajaran, peristiwa-peristiwa dan pengembara

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti dan penggagas Gerakan Sejuta Budaya, Hokky Situngkir, terus melakukan pendataan budaya melalui website Budaya-indonesia.org. Hingga Juli kemarin, sudah tercatat lebih dari 33.000 data artefak budaya Nusantara di situs tersebut.

Data ini meliputi format gambar untuk motif kain, ornamentasi, teks cerita rakyat, suara lagu daerah, serta format video untuk tarian dan pertunjukan.

Hokky menuturkan kekayaan budaya Indonesia dapat ditunjukkan melalui data ini. Yang selanjutnya dapat berlanjut pada agenda pelestarian budaya.

Menurut dia, melestarikan budaya tradisional sudah tidak dapat lagi dilakukan secara tradisional saja. Semua inovasi kolektif budaya Indonesia seharusnya terkumpul di satu meja bernama Perpustakaan Digital Terbuka Budaya Indonesia.

Pemerintah pun, ucap dia, bisa terbantu dengan adanya data-data budaya tersebut, misalnya dalam hal diplomasi terkait dengan hak kekayaan intelektual yang berhubungan dengan budaya tradisional.

Dia menyebut anak muda mendominasi partisipan website Budaya-indonesia.org. Hal ini cukup mengejutkan, karena sebelumnya banyak anggapan bahwa yang tertarik pada budaya tradisional terbatas pada kalangan tua.

Sebab, budaya tradisional identik dengan sesuatu yang kuno dan kolot. Kenyataannya justru tidak sama sekali. “Mungkin kesan kolot dan kuno dari budaya tradisi Indonesia itu ada karena selama ini memang kaum muda jarang mendapat peran aktif dalam budaya tradisional itu sendiri,” ujarnya.

Hokky menuturkan data ini dapat diakses dan digunakan publik. Seperti halnya di media sosial, di Budaya-indonesia.org semua orang dapat berpartisipasi melakukan submisi data, termasuk memperbincangkan data budaya.

Media ini memberikan kesempatan bagi seluruh masyarakat untuk terlibat dalam proses inventarisasi dan pendataan budaya Indonesia. “Hasilnya luar biasa. Bahkan melampaui apa yang menjadi motivasi awal, yaitu sekadar untuk data penelitian,” katanya.

BISNIS.COM




Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rully Widayati

Rully Widayati

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus