Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Aktivis hak asasi manusia (HAM) Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dinyatakan bebas dari dakwaan pencemaran nama baik terhadap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan. Majelis hakim memutuskan tidak ada unsur pencemaran nama baik dalam video podcast yang dibawakan Haris dan Fatia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Majelis hakim berpendapat kedua terdakwa tidak terbukti bersalah. Sesuai pasal maka terdakwa dinyatakan bebas dari segala dakwaan," kata salah satu hakim saat membacakan vonis di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur pada Senin, 8 Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, keduanya dilaporkan Luhut sehubungan dengan konten YouTube Haris Azhar berjudul 'ADA LORD LUHUT DIBALIK RELASI EKONOMI-OPS MILITER INTAN JAYA!!JENDERAL BIN JUGA ADA'. Unggahan video itu berasal dari diskusi siniar yang membahas tentang laporan bertajuk ‘Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya’.
Hakim menilai konten ini berkorelasi dengan kajian cepat yang dibahas. Diksi 'Lord' dan ‘Jadi kita penjahat juga’ yang muncul dalam podcast tersebut dianggap bukan bentuk pencemaran nama baik.
Karena itulah, Haris dan Fatia divonis bebas. "Terdakwa rehabilitasi memulihkan hak kedudukan harkat dan martabatnya," ujar hakim.
Haris Azhar sebelumnya dituntut empat tahun penjara dan Fatia selama 3 tahun 6 bulan oleh jaksa penuntut umum. Haris adalah pendiri Yayasan Lokataru, sedangkan Fatia merupakan mantan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).
Lantas, seperti apa sosok Haris?
Profil Haris Azhar
Melansir laman Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Haris adalah advokat HAM yang meraih gelar Sarjana Hukum (S.H.) dari Fakultas Hukum (FH) Universitas Trisakti pada 1999.
Dia kemudian melanjutkan studi magister (S2) di Essex University, Inggris. Haris lulus dan memperoleh gelar Master of Arts (M.A.) di bidang HAM dalam Teori dan Praktik pada 2010.
Haris juga mengikuti program kursus pascasarjana Filsafat di Universitas Indonesia (UI) dan Sosiologi di Universitas Terbuka (UT) pada 2000 hingga 2003.
Dia tercatat pernah menerima beasiswa Transitional Justice di Afrika Selatan pada 2006 dan program Presiden Obama bertajuk Standing with Civil Society di bawah International Visitor Leadership Program (IVLP) pada 2014.
Haris saat ini menjabat sebagai Direktur Eksekutif Yayasan Lokataru dan CEO hakasasi.id. Dia sebelumnya dipercaya menjabat Koordinator KontraS periode 2010-2016.
Sebagai seorang aktivis HAM, dia dianugerahi beberapa penghargaan, seperti Generasi Baru Beraksi dari Jakarta Base Radio, I-Radio pada 2014; Aktivis Terbaik dari i-News TV pada 2015; dan Karma Yogi oleh Yayasan Anand Ashram pada 2019.
Haris menaruh minat pada isu HAM, teori hukum, litigasi strategis, kampanye, keadilan transisi, advokasi kebijakan publik, hukum siber, dan pemulihan aset. Dia tercatat sebagai salah satu pengajar S1 Ilmu Hukum STH Indonesia Jentera yang didirikan Yayasan Studi Hukum dan Kebijakan (YSHK) Indonesia.
Bebasnya Haris dan Fatia
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar, menilai putusan hakim yang membebaskan Haris dan Fatia dapat dilihat dari dua sisi.
Pertama, vonis tersebut menunjukkan peran lembaga peradilan yang masih menegakkan hak kebebasan berekspresi. "Positifnya tentu saja, alhamdulillah pertanda baik," kata Zainal ketika dihubungi Tempo, Senin, 8 Januari 2024.
Di sisi lain, secara politis, dia menduga bahwa penguasa berusaha menghindari kekalahan bila memutuskan vonis bersalah kepada Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti.
Putusan itu dinilai kemungkinan bisa berbeda apabila momennya tidak berdekatan dengan Pemilihan Umum atau Pemilu 2024. Jika hal itu terjadi, tidak menguntungkan secara politis dan dapat menimbulkan antipati. "Antisipasi publik, apalagi tahun politik," ucap dia.
MELYNDA DWI PUSPITA