Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEPENGGAL doa dirapal dari kompleks pelacuran Gude Jiwan, Madiun, Jawa Timur, Ahad dua pekan lalu. ”Jauhkanlah Soeharto dari kejahatan penyakit...,” begitu 120 pelacur dan 25 germo di kompleks itu memanjatkan harap.
Pengurus lokalisasi, Suwadji, memimpin doa untuk kesembuhan penguasa Orde Baru, yang sudah dua pekan terbaring kritis di Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta. Berpeci hitam dan berkemeja batik, Suwadji memandu pelacur dan germo tahlilan, ritual pembacaan Al-Quran plus doa yang biasa didaraskan untuk orang sakit keras atau meninggal.
Hajatan siang itu tanpa kue atau bingkisan, lazimnya undangan di Madiun. Air putih pun tak terhidang. ”Kami tidak keluar biaya. Ruangan dan pengeras suara sudah tersedia. Tidak ada konsumsi,” kata Suwadji.
Pria 50-an tahun itu mengatakan, mereka memanjatkan doa untuk Soeharto karena di masa Orde Baru para pelacur ”lebih aman dan nyaman buka praktek”. Saat itu, katanya, tak ada pejabat pemerintah, tentara, atau kelompok preman menarik pungutan. ”Sekarang banyak yang minta setoran,” kata dia.
Ia juga mengatakan, di era Soeharto, bupati kerap berkunjung untuk memberikan penyuluhan di sana. Setelah kekuasaan sang Jenderal Besar runtuh, bupati tak pernah lagi menyapa penghuni kompleks pelacuran itu.
Dari mana gagasan menggelar doa bersama itu? Menurut Suwadji, ada perintah dari Andrianus M. Uran, Direktur Yayasan Bambu Nusantara. Andrianus adalah simpatisan Golkar, pendamping pelacur Gude untuk pencegahan HIV/AIDS. ”Bagaimanapun, Soeharto berjasa,” kata Andrianus.
Ketua Golkar Kabupaten Madiun Tomo Budi Haryoso mengatakan, doa itu digagas dalam rapat Dewan Pimpinan Daerah Golkar Kabupaten Madiun, sehari sebelumnya. Tomo meminta kader Golkar memobilisasi doa di tingkat desa dan kecamatan. ”Andrianus melakukannya di Gude,” kata dia.
Doa bersama untuk Soeharto juga didengungkan di Gedung Bele li Mbui, Gorontalo, Rabu pekan lalu. Digelar di tengah Rapat Kerja Daerah Partai Golkar Gorontalo, doa dihadiri para politikus partai itu. Di antaranya Theo L. Sambuaga dan Fadel Muhammad, gubernur yang memimpin Golkar di provinsi itu. Fadel mengatakan, doa itu dikirimkan oleh Golkar dan rakyat Gorontalo. ”Pak Harto adalah tokoh Golkar,” katanya.
Di Manado, doa kesembuhan bagi Soeharto digelar di beberapa gereja. Di antaranya di Gereja Pantekosta, yang dipimpin Pendeta Steven Liauw. ”Hidup dan mati di tangan Tuhan. Kami mengharapkan kesembuhan Pak Harto,” kata sang pendeta.
Selain jemaat gereja, Komite Nasional Pemuda Indonesia Sulawesi Utara juga berdoa untuk Soeharto. ”Ini sekaligus ibadah Natal,’’ kata Olan Krisen, pejabat sementara Sekretaris KNPI Sulawesi Utara.
Doa Partai Beringin untuk Soeharto berkumandang pula pada malam 1 Sura. Hampir semua pejabat teras Partai datang di rumah dinas Wakil Presiden Jusuf Kalla, Jalan Diponegoro 2, Jakarta. Doa dihadiri 120 pengurus pusat Partai Golkar dan Majelis Dzikir Dewan Dakwah Islamiyah (DDII), sayap politik Golkar. ”Pak Harto lagi sakit. Berdoa untuk orang sakit sangat dianjurkan,” kata Kalla.
Dalam roh yang sama, santri dan kiai Pondok Pesantren Al-Barokah, Desa Ngepung, Patianrowo, Nganjuk, Jawa Timur, berzikir untuk Soeharto. Saat itu, Soeharto sedang di puncak kritis. Pondok ini milik Harmoko, bekas Menteri Penerangan yang pernah memimpin Golkar. Pemimpin Pondok, KH Rosyidin, menjadi imam melafalkan Yasin, satu surat dalam Quran.
Jalan Cendana dan Rumah Sakit Pertamina, Jakarta, juga dijadikan tempat aneka rupa doa untuk Soeharto. Di Cendana, Habib Husein Abu Bakar dari Pondok Al-Fahriyah, Lenteng Agung, berdoa tatkala Soeharto kritis, Jumat dua pekan lalu. Duduk di kursi panjang di teras depan rumah Soeharto, pria sepuh itu terus menggulirkan tasbih. Baju gamis putih membalut tubuhnya. Di kepalanya melingkar sorban putih pula.
Sang habib datang menjelang tengah malam. Diminta Keluarga Cendana untuk mendoakan Soeharto? ”Tidak. Saya datang atas inisiatif sendiri,” katanya. Lalu mengapa tak ke Rumah Sakit Pertamina Pusat saja? ”Yang Mahakuasa memberikan petunjuk supaya saya datang kemari,” katanya. Setengah jam ia berada di sana. Ia tidak mendapat izin masuk rumah Soeharto.
Doa untuk Soeharto ini juga bergema di Kemusuk, Argomulyo, Kecamatan Sedayu, Bantul, Yogyakarta, tanah kelahiran Soeharto. Sejak Soeharto kritis pada Jumat petang itu, penduduk dusun mulai berdatangan ke rumah almarhum Notosuwito, adik Soeharto. Aryo Winoto, anak sulung Notosuwito, mengatakan warga Kemusuk yang menggelar hajat doa bersama.
Sebagian dari mereka menyebar undangan dari mulut ke mulut. Berkumpullah sekitar 100 orang. Doa malam itu adalah ketiga kalinya sejak Soeharto dilarikan ke Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jumat tiga pekan lalu. Dipimpin KH Dasiman, mereka duduk melingkar di teras rumah. Semua khusyuk membaca surat Yasin, salawat nariah, salawat istiqamah, dan zikir tahlil.
Pada Senin pekan lalu, doa bersama untuk Soeharto juga berlangsung di Dalem Kalitan Solo, Jawa Tengah. Rumah ini milik keluarga Soeharto dan istrinya, Siti Hartinah. Di sini, pada 1996, jenazah Tien Soeharto disemayamkan sebelum beristirahat panjang di Astana Giri Bangun, Karang Anyar. Masih di Solo, penghayat kebatinan Jawa mengadakan selamatan juga demi Soeharto.
Di tengah puja-puja doa dari seluruh pojok negeri, Lestari—nama samaran—pelacur di lokalisasi Gude Madiun, mengeluh. Katanya, ia berdoa untuk Soeharto karena diperintah germo. Perempuan asal Tulungagung, Jawa Timur, ini telah lupa kapan terakhir berdoa untuk diri sendiri.
Doa untuk orang tua pun, kata dia, belum tentu setahun sekali. Ia berharap mendapat ”berkah” dari doa bersama untuk Soeharto. Meski, setelah itu, ”Tetap saja tamu saya cuma tiga lelaki sehari,” ujarnya polos.
Sunudyantoro, Anton Septian, Dini Mawuntyas (Madiun), LN Idayanie (Yogya), Bernarda Rurit (Solo), Verrianto M (Gorontalo) Dwidjo Maksum (Nganjuk)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo