Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PEMBESIHAN terhadap tempat judi sudah dimulai dari provinsi di
ujung Pulau Sumatera. Sabtu malam pekan lalu, Kepolisian
Kotabesar Medan menggerebek tempat judi gelap di Taman
Persahabatan, Jalan Prof. Moh. Yamin. Dalam penggerebekan itu 25
orang penjudi, termasuk beberapa orang yang tergolong kelas
kakap, tertangkap.
Antara lain Tan Tek Gan, penjudi terkenal di Kota Medan, pemilik
Taman Persahabatan. Sebelumnya ia telah berkali-kali kena jaring
dan ditangkap karena mengadakan judi liar. Namun rupanya belum
jera.
Penjudi profesional lainnya adalah Liem Seng, bekas bandar judi
gelap di kota itu beberapa waktu lalu. Karena kejahatan yang
dilakukannya ia pernah menjadi buronan Interpol.
Semenjak E.W.P. Tambunan menjadi gubernur, tak satu jenis judi
pun diperkenankan di daerah ini. Termasuk berbagai judi yang
berkedok ketangkasan. Karena itu, dengan tertangkapnya
tokoh-tokoh judi kota itu minggu lalu, diharapkan judi liar akan
mulai tersingkir dari Medan. "Dan mudah-mudahan mereka dihukum
berat, agar kapok," kata Dantabes Medan, Letkol Pol. Suhardi.
Tapi di Jakarta dan kota-kota lainnya, tempat-tempat judi resmi
masih bergemerincing. Bagai hendak berpacu dengan batas mulai
pelarangan judi 1 April nanti, pusat-pusat judi itu terus
menimba kemenangan. Berikut ini adalah potret beberapa tempat
judi itu.
PETAK IX
Dengung AC dan kipas angin berbaur dengan suara pengunjung.
Seperti malam-malam Minggu lainnya, Sabtu sore pekan lalu Petak
IX (PIX) di kawasan Jakarta Kota itu dipadati penjudi. Ruang
tingkat bawah berukuran sekitar 10 x 15 meter itu hampir tak
mampu menampung para pengadu untung.
Semua kursi yang mengelilingi meja-meja black jack penuh. Bahkan
seakan hendak tergeser terus oleh desakan pemain yang berdiri
berdesakan di sekitarnya. Meja-meja panjang, penuh angka dalam
petak-petak rolet maupun dadu kancing, tak kurang sesak pula.
Malahan beberapa pemain baru hanya sempat mengulurkan tangan
untuk meletakkan koin di angka pasangan.
Belum lagi mereka yang lalu-lalang, pindah dari meja satu ke
tempat permainan lainnya. Tapi suasana kelihatan santai. Di
loket tempat penukaran koin, di timur ruangan, dua orang
pengunjung sempat ngobrol dengan petugas di belakang dinding
kaca sambil membeli koin.
Di satu meja black jack malahan seorang penjudi setengah tua
tertawa-tawa dengan petugas pembagi kartu yang berdasi kupu-kupu
merah. "Theo kok tidak nongol" tanya si pembagi kartu. "Besok
dia ngawinin anaknya," jawab si penjudi sambil mengintip kartu
kedua yang baru saja disodorkan lawan bicaranya. "Tiap bulan
mengawinkan anak, habislah uang keno yang Rp 25 juta itu,"
sambung si dasi merah.
Pembicaraan terhenti ketika penjudi di ujung sana
mengetuk-ngetukkan koin tanda minta tambahan kartu. Waktu game
terjadi, koin di depan sahabat si Theo dikuras cepat oleh si
dasi kupu-kupu.
Para pengunjung kebanyakan hanya bersandal. Bahkan beberapa di
antaranya bersandal cepi karet. Sekitar sepertiga penjudi yang
datang terdiri dari wanita. Beberapa di antaranya menenteng tas
belanja. Tapi hampir seluruh pengunjung dari kalangan nonpri.
Di sudut kiri pintu masuk, sebuah pesawat televisi sirkuit
tercogok. Di sekitarnya memanjang papan berkotak-kotak berisi
lembaran-lembaran kertas untuk permainan keno. Para pemain black
jack, rolet maupun dadu kancing dapat terus main sambil
mengikuti permainan keno. Angka yang keluar pada tiap game akan
disiarkan televisi tadi dari pusat keno yang ada di lantai III
gedung PIX.
Di lantai II keadaan hampir tak berbeda. Jenis permainan juga
hampir sama dengan lantai I. Tetapi di lantai II ini, di
pinggir-pinggir ruangan, terlihat lebih banyak tampang-tampang
angker yang melingkarkan tangan di dada, bermata sipit ataupun
lebar.
Bahasa Indonesia hampir tak terdengar di lantai ini. Malahan
beberapa penjudi kelihatan berpakaian lebih rapi. Menurut
seorang pelayan, mereka itu adalah penjudi-penjudi turis dari
Singapura dan Bangkok (lihat box: Wisatawan Judi).
Suasana lebih santai terlihat di lantai III. Ruang lebih besar
lantai ini disediakan untuk para pemain keno. Lima baris kursi
empuk penuh pengadu nasib, menunggu angka-angka dikocok dan
diumumkan di layar kaca di hadapan para pemain. Mepet pada
dinding di belakang para pemain, para petugas mengecek lembaran
pasangan.
Pusat judi di bekas gedung Lindeteves ini hampir selalu penuh
pengunjung selama 24 jam. Lebih-lebih di malam Minggu. Menurut
seorang petugas PIX, pengunjungnya memang kebanyakan nonpri.
"Terutama mereka yang berjualan di toko-toko sekitar Glodok,"
tutur petugas yang tak mau menyebut nama itu. Pasar Glodok
memang hanya terletak beberapa ratus meter di utara PIX. Pusat
judi ini di bawah manajemen NIAC (New International Amusement
Centre).
COPACABANA
SELESAI membeli fiches (koin dari plastik yang berharga senilai
uang yang ditukarkan), di dekat pintu masuk kasino Copacabana,
di Ancol Jakarta Utara, suami-istri itu berpisah. Sang suami
langsung tenggelam diantara para penjudi yang memadati
meja-meja rolet, black jack, maupun bakarat. Si istri langsung
menuju eskalator, naik ke tingkat II tempat perrnainan keno.
Berkarpet abu-abu, lantai I Copacabana yang luas itu tampak
lebih rapi dibanding PIX. Meja-meja permainan pun lebih banyak.
Hampir dengan bentuk membulat, di tengah ruangan terbentang
meja-meja black jack dan bakarat. Sedangkan di sisi timur dan
barat terhampar meja-meja rolet. Kasir maupun loket-loket
penukaran fiches hampir menempel pada dinding utara ruangan.
Tapi di sebuah sudut di sebelah barat tergeletak empat pasang
meja rolet yang rupanya sudah lama tak terpakai.
Berbeda dengan PIX, pengunjung kasino di bawah manajemen Summit
International Amusement Centre ini, lebih bermacam-macam mulai
dari yang berdasi sampai yang berjaket kumal dan bersandal tua.
Hampir seperempat pengunjung kasino ini adalah wanita. Tua muda.
Yang bertampang intelek, yang berias menyolok, yang aduhai, yang
loyo, yang berkain maupun berbaju setengah terbuka. Yang datang
dengan suami atau sendiri. Yang benar-benar membawa modal untuk
berjudi, atau hanya sekedar bermodal lirikan.
Lantai II gedung di samping kiri Hotel Horizon itu disediakan
khusus untuk mengadu untung lewat permainan keno. Kursi-kursi
yang ditempeli asbak berderet memenuhi ruangan besar, menghadap
sebuah layar yang pada saatnya memancarkan nomor-nomor keno yang
keluar pada suatu game.
Satu lembar kertas pasangan, berharga Rp 1.000, berisi deretan
angka 1 sampai 80. Penebak dipersilakan memilih 3 angka sampai
10 angka di antara 20 angka yang bakal keluar setelah dikocok.
Kemenangan paling tinggi adalah Rp 25 juta, yaitu apabila ke-10
angka yang ditebak keluar. Bila hanya 3 angka, uang pasangan
yang 1.000 dikembalikan oleh kasir yang terletak di bagian
belakang tempat duduk pengunjung.
Satu game memakan waktu sekitar setengah jam. Sambil menunggu,
penebak-penebak bebas duduk di kursi atau mengambil minuman
dingin di samping kasir. Ada pula penebak yang sambil menunggu
game turun ke bawah bermain rolet. Tak sedikit pula yang
memanfaatkan waktu menunggu game sambil menantikan kawan atau
sang suami berjudi di lantai bawah.
Ruang VIP atau Royal Room dari pusat perjudian ini terletak di
sebelah kiri eskalator, jika hendak naik ke lantai II. Ada tiga
unit meja black jack di dalamnya. Sebelum ada pengumuman
pemerintah untuk menghapus tempat-tempat perjudian sejak 1 April
nanti, tak sembarang orang boleh memasuki Royal Room.
Sekurang-kurangnya tiga orang penjaga di kiri kanan pintu masuk
akan meneliti tiap pengunjung yang mencoba masuk. Hanya mereka
yang sudah dikenal sebagai penjudi bertaruhan besar yang
diperkenankan berada di dalamnya. Tapi sejak pengumuman tadi,
pintu itu agak lebih longgar bagi yang hendak main, ataupun bagi
yang hanya untuk melihat-lihat.
Tapi memang sulit bagi para penjudi amatir mengadu untung di
ruang ini. Sebab fiches yang terhampar di meja hampir seluruhnya
berbentuk persegi empat dan bernilai Rp 100 ribu sebuah. Yang
lazim bermain di sini adalah petaruh kawakan -- terutama mereka
yang tergabung dalam wisata judi, dari Singapura, Malaysia dan
Muangthai.
JAKARTA TEATRE
KASINO di lantai II gedung Jakarta Theatre yang megah itu
ternyata tak semewah gedung itu sendiri. Ruangan-ruangan yang
ada tak begitu luas. Meja-meja judi tak beraturan. Bahkan di
bagian keno, beberapa kursi tampak sudah reyot, sementara
permadaninya di sana-sini sudah kusam atau terkelupas.
Kasino dengan karyawan sekitar 2000 orang milik grup Yan Darmadi
ini menyuguhkan jenis-jenis judi bakarat mini, black jack, rolet
dan keno. Tapi siang maupun malam pengunjungnya tetap padat.
Bahkan penjudi-penjudi asing hampir tak putus-putus mendekam di
seputar meja -- terutama di ruang VIP. Seperti halnya di
tempat-tempat judi lain, kasino di Jakarta Theatre yang berada
di bawah manajemen NIAC ini selalu menyuguhkan minuman gratis
bagi para pengunjung.
Kasino ini dikenal sebagai tempat judi paling ramai di antara
tempat-tempat judi lainnya di Jakarta. Pendapatannya juga lebih
tinggi. Menurut seorang karyawan yang telah diberhentikan dari
kasino ini, selain karena memberi pelayanan yang "sangat
menyenangkan", kasino ini juga memakai berbagai ilmu gaib.
Misalnya, jika ada meja yang selalu kalah -- lebih dari tiga
kali -- dianggap ada sesuatu yang tak beres pada tempat judi
itu. Maka meja itu pun disingkirkan untuk dimantra-mantrai
sambil memotong anjing hitam. "Tapi beberapa tahun belakangan
ini, tak lagi dipotongkan anjing, diganti sesaji kembang,"
tambah W. Chaniago, bekas karyawan kasino Jakarta Theatre itu.
Dalam hal pelayanan, kasino ini memang luar biasa. Penjudi
kawakan selalu disuguhi makanan kesukaannya -- jika perlu
dipesan langsung dari luar negeri. Si penjudi senang rokok apa,
minuman apa, harus selalu disuguhkan pada saat-saat yang tepat.
Dan tak heran lagi, cewek-cewek pendampingnya haruslah pilihan.
LOTTO FAIR, HAILAI
MENGENAKAN sandal kulit tua, wanita berkain batik itu tersenyum
datar kepada tiga orang petugas keamanan yang berdiri di depan
pintu masuk. Yang disenyuminya hanya meringis, sambil melirik
tas plastik hitam yang dikepit wanita itu.
Di depan loket, wanita itu mengeluarkan lembaran uang sepuluh
ribu. Sepuluh buah koin Segera berpindah tangan dari petugas di
balik loket langsung ke dalam tas plastik tadi.
Sambil sedikit mengangkat kain, wanita itu mulai terbata-bata
menaiki tangga. Di ujung tangga lantai II ia membelok ke kanan.
Dengan agak menyipitkan mata, ia mencoba menembuskan pandangan
ke balik kaca lebar di ujung gang. Setelah melewati pintu kaca
pula, ia mulai memasuki sebuah ruang besar.
Tiga buah AC dan lima kipas angin yang selalu mendesah, rupanya
tak mampu mendinginkan ruang itu. Namun para pengunjung Lotto
Fair di Jalan Samanhudi (Krekot) Jakarta Pusat itu tak
menghiraukan keringat mereka yang terus meleleh.
Di lantai II gedung bertingkat tiga itu, wanita berkaun batik
tadi segera mendekati meja tempat tumpukan kertas-kertas yang
penuh nomor. Dua lembar kertas bertulisan Keno diraihnya lalu
langsung menotolkan semacam potlot yang telah dilumuri tinta
stempel ke salah satu angka di kertas tadi. Nomor demi nomor.
Sambil memandang meja-meja tombola dan lotto yang sesak
dikerumuni pemain, wanita setengah baya kelahiran Surakarta
itu duduk di salah satu kursi yang memang disediakan untuk
mereka yang menunggu nomor-nomor keno maupun lotto diundi.
Setengah jam kemudian, dari pengeras suara ia mulai mendengar
angka-angka yang keluar pada game yang diikutinya. Dalam game
itu ia hanya menebak tepat satu angka.
Tak ada reaksi kecewa di wajah wanita itu. Ia kembali mengambil
kertas-kertas pasangan. Mengisi. Menunggu. Kalah. Memasang lagi.
"Saya hanya sekali menebak tepat empat angka," tuturnya ketika
ditanya. Selanjutnya tak pernah lagi, paling-paling tiga angka.
Namun ia tak jera. "Daripada ngelamun sendirian di rumah,"
ungkapnya. Siang hari ia membuka warung kopi di samping
rumahnya, tak jauh dari tempat pelacuran Kramat Tunggak,
Tanjungpriok. Setiap malam ia bersama kawannya meninggalkan
Lotto Fair rata-rata setelah jam 24.00.
Memang, tak semua orang berjudi untuk kemenangan -- dan
kekalahan -- besar. Banyak yang sekedar iseng, untuk hiburan.
Permainan judi yang banyak mengandung hiburan maupun olahraga,
misalnya Hailai di jajaran terdepan Taman Impian Jaya Ancol dan
Kim di Jakarta.
Di Hailai para pengunjung menebak pemain tercepat dalam menepis
bola, perorangan maupun beregu. Minat bertaruh cukup besar di
sini. Pengunjungnya lebih banyak pribumi yang membawa anak istri
sambil mencari hiburan. Sebab tanpa turut berjudi pun, orang
bisa menikmati Hailai, tontonan yang memang mengasyikkan.
Permainan ini diperkenalkan sejak 10 tahun lalu. Pemukul-pemukul
bola cepat itu kebanyakan didatangkan langsung dari Spanyol.
Beberapa orang lainnya dari Filipina. Para pletoris itu
dikontrak untuk 4 uhun. Karena dikabarkan Hailai termasuk
permainan yang digolongkan judi, para pletoris itu pun sudah
bersiap-siap pulang ke negeri asal masing-masing.
Yang tak akan pulang ke negeri jauh ialah permainan Kim. Di
Jakarta Kim masih terdapat di kompleks bangunan Pekan Raya
Jakarta, yaitu Masita Kim dan Kim Agogo.
PERMAINAN judi yang konon tradisional Minang ini
memperdengarkan musik mulai pukul 20.00 setiap malam. Deretan
bangku-bangku panjang berlapis busa di Kim Agogo yang sanggup
menampung 500 pengunjung, rata-rata selalu berisi 75%. Bahkan di
malam Minggu, pengunjung yang main atau hanya asyik
mendengarkan musiknya -- luber sampai ke halaman.
Pengunjung Kim hampir sama banyak antara yang benar-benar telah
kecanduan judi dengan yang hanya sekedar iseng menghibur diri.
Pihak terakhir ini malahan tak jarang membawa serta anak istri.
Sementara sang bapak asyik menimbang-nimbang angka, anak istri
bersenandung kecil mengikuti musik sambil menikmati makanan
kecil.
Tapi bukan berarti tak ada suami istri yang sekaligus telah
kecanduan judi ini. Pasangan bisa Rp 50 atau Rp 100, paling
tinggi Rp 500, jumlah-jumlah yang relatif kecil. Tapi kalau
sedang bernasib mujur, hadiah yang diperoleh dapat mencapai
ratusan ribu. Pekan lalu, seorang petugas parkir di Kim Agogo
menunjukkan pasangan suami istri yang hampir tiap malam main di
sana. "Dulu mereka pakai motor, sekarang naik bis kota," tutur
juruparkir sambil tersenyum. Tapi tradisi tak mati-mati.
Di Bali, judi tradisional adalah sabung ayam. Berasal dari
upacara keagamaan yang dikenal dengan nama tabuh rah
(mengorbankan hewan dengan mengucurkan darahnya), sabung ayam
selalu disertai taruhan oleh penontonnya. Awal bulan ini di
Denpasar telah berlangsung satu diskusi untuk menentukan,
apakah sabung ayam termasuk judi atau tidak. Dan bagaimana
melepaskan unsur taruhan yang sudah begitu mendarah-daging di
kebanyakan penduduk Pulau Dewata ini pada setiap upacara tabuh
rah. Tapi diskusi tak membuahkan hasil pasti.
Pertaruhan lewat hidup matinya dua ekor ayam yang bertarung itu
sudah lama menjalar hampir ke seluruh pelosok pulau. Dengan
sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Untuk melokalisirnya,
sejak 4 tahun lalu Pemda Bali mengeluarkan izin untuk satu
tempat sabungan ayam. Yaitu di Desa Pemedilan, di barat Kota
Denpasar. Penyabung lari seluruh Bali bebas mengadu untung di
sini setiap Jumat, Sabtu dan Minggu. Dalam satu hari sabungan,
tak boleh lebih dari enam ronde.
Pada hari-hari sabungan, gelanggang Pemedilan selalu padat
pengunjung. Petaruh-petaruh maupun pemilik ayam terdiri dari
segala lapisan: mulai penyapu jalan sampai pejabat-pejabat
pemerintahan. Hasilnya lumayan juga. Dari karcis pengunjung
saja, setiap sabungan Pemda Kabupaten Badung mengantungi Rp 250
ribu bersih. Uang itu pun tak sia-sia. "Sulit menghituug
berapa banyak balai banjar, pura ata sekhe yang dibangun dengan
bantuan uang sabungan ini," ungkap Gde Kompyang, salah seorang
petugas gelanggang Pemedilan.
Nampaknya dari Taman Persahabatan di Medan sampai dengan
Pemedilan di Bali, judi begitu berbeda-beda -- tapi nampak satu
menjelang April 1981.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo